ANALISIS KASUS KEKERASAN SEKSUAL MITA BERDASARKAN PENDEKATAN ECO-MAP




ANALISIS KASUS KEKERASAN SEKSUAL MITA
BERDASARKAN PENDEKATAN ECO-MAP

 


TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
METODE PEKERJA SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN KELUARGA
                                                                                                       

Oleh:
Nur Azizah Fitriana              (130910301061)
Hosnol Hotimah                     (130910301014)
Iswiyanti                                 (130910301022)



JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI-2015




BAB I

PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Kedudukan perempuan yang masih lemah dalam masyarakat menyebabkan perempuan rawan menjadi korban kejahatan. Kejahatan yang sering dialami oleh kaum perempuan adalah kejahatan asusila. Salah satu kejahatan asusila yang sering menjadikan kaum perempuan sebagai korbannya adalah kejahatan pemerkosaan. Pemerkosaan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang tidak bisa ditoleransi karena telah menghancurkan hak paling mendasar yang dimiliki oleh perempuan. Selain itu, korban pemerkosaan juga akan mengalami penderitaan ganda yang meliputi penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kasus pemerkosaan tersebut dapat terjadi di lingkungan mana saja baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Seperti dalam kasus di bawah ini, dimana pemerkosaan terjadi dalam lingkup keluarga. Keluarga merupakan salah satu ruang lingkup terkecil dalam masyarakat. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dipengaruhi oleh keluarga dan akan memberikan dampak ke ruang lingkup yang lebih besar. Karena keluarga adalah sebuah sistem yang penuh interaksi, perubahan yang terjadi kepada satu anggota akan berpengaruh kepada seluruh tubuh keluarga tersebut. Kasus pemerkosaan dalam keluarga yang akan dibahas, kasus tersebut ditimbulkan karena salah satu anggota keluarga yang tidak sejalan dengan apa yang seharusnya dilakukan.  Diaman ayah kandung atau pemimpin keluarga sering melakukan tindakan kasar terhadap istri dan anak-anaknya dan bahkan sampai melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anaknya sendiri, berikut adalah kronologi kasus keluarga Mita yang disebabkan oleh ayah kandungnya.
Mita adalah anak pertama dari enam bersaudara, dia memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Solo. Di sela permasalahan kemiskinan yang dialami keluarganya, biaya pendidikan berasal dari hasil menjahit ibunya. Mita merasa nyaman sekolah di Solo dan merasa aman karna jauh dari siksaan maupun kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya. Mita dan ibunya selalu berharap ayah kandungnya akan berubah, tapi kenyataanya ayahnya tidak pernah bisa berubah. Hal ini tercermin dari ketika Mita tidak dirumah, Nina adik Mita juga menjadi korban kekersan seksual ayahnya. Nina tidak berani melawan karena adanya berbagai ancaman dari ayahnya. Ayahnya melakukan aksi pemerkosaan ketika semua orang sedang tidak ada di rumah secara terus menerus. Akibat mengalami kekerasan seksual tersebut, Nina mengalami tekanan batin dan psikologis sehingga dia sering murung, pesismis, merasa hidup sendiri, merasa bahwa hidup ini tidak adil untuk dirinya sendiri dan bahkan Nina sempat memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dengan cara menyilet lengannya sendiri, hal ini  tidak hanya dilakukan satu dua kali oleh nina bahkan sudah berkali-kali dilakukan karna tekanan depresi atas perlakukan bapak kandungnya sendiri.
Selain melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya, ayah Mita juga melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya apabila istrinya melakukan setiap kesalahan sekecil apapun. Sebab ayah Mita selalu berburuk sangka dan sensitif terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh anggota keluarga. Selain itu ayah Mita juga sering berkata kotor dan mudah tersinggung, selalu menyalahkan ibu Mita disertai dengan pukulan-pukulan jika dibantah keinginannya dan perilakukanya dianggap salah. Namun Ibu Mita tetap menghargai ,menghormati dan tidak mau menyalahkan suaminya. Seperti ketika Mita mengajak ibunya untuk mencari jalan keluar atas perlakuan kasar ayahnya, ibu Mita tidak mau, pasrah dan masih berharap ayahnya akan berubah suatu saat nanti. Berbeda dengan ibunya, Mita tetap ingin berupaya mencari solusi atas apa yang sudah terjadi pada keluarganya karna Mita menganggap semua ini sudah tidak adil dan masalah yang menimpa keluarganya sudah melebihi batas kewajaran.
Langkah awal yang dilakukan mita, menceritakan semua kejadian kepada guru bimbingan konseling di sekolah, dan gurunya bersedia membantu Mita bahkan mau berkonsultasi dengan pekerja sosial untuk mengetahui kondisi psikologi Mita dan adiknya ( Nina). Kedua, Mita melapor kepolisi dengan didampingi  guru BKnya, tapi laporan Mita ditolak karna Mita masih dibawah umur dan harus menggunakan wali atau orang tua untuk sebuah pelaporan di kantor polisi. Ketiga, meminta bantuan kepada saudara ibunya (om dan tante) untuk membantu melaporkan kasusnya. Kemudian omnya, bersedia membantu dan langsung meminta bantuan LBH agar kasus tersebut di proses melalui hukum. Di LBH ini menyediakan lawyer sebagai kuasa hokum Mita. Selama penyedikan kasus tersebut, Mita mendapat konseling dari pekerja sosial untuk mencari solusi dan mengarahkan Mita agar seluruh keluarga kecuali ayahnyanya untuk pindah sementara ke tempat yang telah disediakan oleh pekerja sosial. Keempat, mengajak seluaruh angguta keluarga kecuali ayahnya untuk pindah dari rumah tempat mereka tinggal ke tempat yang sudah disediakan agar terlepas dari siksaan ayahnya dengan merencakan cara untuk keluar tanpa kecurigaan ayahnya.
Setelah itu proses peradilan berlangsung, Mita bersama keluarganya berharap agar ayahnya mendapatkan hukuman yang maksimal sesuai dengan apa yang telah dilakukannya. Tapi hasilnya tidak sebanding dengan apa yang keluarganya harapkan. Tuntutan hukuman yang diinginkan 9 tahun, tapi ayahnya hanya mendapat hukuman 4 tahun dan masih dipotong masa tahanan. Meski Mita merasa lega tapi Mita masih kecewa terhadap hukuman yang diberikan kepada ayahnya terlalu ringan dan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan ayahnya terhadap Mita, nina dan ibunya. Selain itu Mita juga merasa khawatir apabila ayah Mita bebas dari masa tahanan akan mencari keluarga mita dan mengganggu keluarga Mita lagi.
Berdasarkan kasus diatas pendekatan yang kelompok kami gunakan dalam membahas kasus ini yaitu eco-map yang mana ini lebih memfokuskan perhatian pada interaksi keluarga dengan kelompok, sumber, organisasi, asosiasi, keluarga lain, dan individu lain. Seperti yang telah dipaparkan pada kasus keluarga di atas, Mita berusaha mencari jalan keluar atas apa yang sudah terjadi pada keluarganya karena Mita menganggap semuanya tidak adil dan masalah yang menimpa keluarganya sudah melebihi batas kewajaran, dengan melakukan tahapan usaha mencari jalan keluar, interaksi, sharing, bahkan berkonsultasi dengan pihak lain. Ketika masalah melanda sebuah keluarga, layanan sosial sering kali dibutuhkan dan jenis layanan sosial yang disediakan kepada keluarga yang dilanda masalah tersebar dalam jumlah yang sangat beragam. Ada berbagai cara untuk menilai keluarga bisa dengan melakukan sejarah sosial dari keluarga dan anggota-anggotanya, eco-map adalah alat penilaian yang digunakan untuk menilai masalah spesifik dan intervensi rencana untuk klien terutama pada kasus Mita ini. Ini membantu pekerja sosial dan Mita mencapai pandangan holistik atau ekologi kehidupan keluarga.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang masalah yang dihadapi Mita dengan menyediakan "tampilan snapshot" dari interaksi penting pada suatu titik waktu tertentu. Diagram biasanya membantu peksos untuk lebih memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga. Kemudian membantu menghasilkan hipotesis dinamika masalah dalam sistem lingkungan keluarga.Setelah dinamika masalah diidentifikasi, selanjutnya dapat memusatkan pada bantuan kepada keluarga dengan menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika masalah yang ada.Ecomap yang digunakan dalam kasus Mita berfungsi untuk mengidentifikasi dan memahami masalah dalam keluarganya. Setelah diidentifikasi, maka akan menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika permasalahan keluarga tersebut.  

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah : Bagaimana proses pengkajian ecomap terhadap kasus kekerasan yang dialami keluarga Mita?

1.3  Tujuan

Untuk  mengkajian ecomap dalam kasus kekerasan yang dialami keluarga Mita













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA




2.1 PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Menurut kriminolog Mulyana W. Kusuma dalam (http://e-journal.uajy.ac.id/5956/1/JURNAL%20Hk10368.pdf) menyebutkan macam-macam perkosaan sebagai berikut:
1.         Sadistic Rape : Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2.         Angea Rape : Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan kekecewaan hidupnya.
3.         Dononation Rape : Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.
4.         Seductive Rape : Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai rasa bersalah yang menyangkut seks. Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebaagi pencetusnya.
5.         Exploitation Rape :Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial.

2.2  Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam (http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf) adalah semua bentuk perilaku verbal non verbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasaranya.Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadapseseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada didalam keadaan lebih lemah), bersaranakan kekuatannya-entah fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajan untuk dapat ditimbulkan rasa derita di pihak yang tengah obyek kekerasan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan kesengsaraan baik dari segi fisik, psikisdan seksual yang dilakukan secara paksa oleh individu terhadap hubungan rumah tangga atau hubungan yang intim (karib).

2.2.1                       Bentuk-bentuk KDRT
Menurut bentuknya KDRT (domestikviolence) dalam (http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf) terdiri dari empat macam yang meliputi:
1.         Kekerasan ekonomi, yaitu perbuatan yang membatasi si istri untuk bekerja didalam atau diluar rumah yang menghasilkan uang atau barang dan membiarkan si istri bekerja untuk dieksploitasi atau melantarkan anggota keluarganya, dalam arti tidak memenuhi ekonomi keluarga, memakai uang yang menjadi hak istri, menggunakan uang untuk judi dan merampas harta warisan istri.
2.         Kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian. Bentuknya memukul, menampar, menjambak, menendang, menyudutkan rokok, dan lain-lain.
3.         Kekerasan psikologis atau psikis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, serta rasa ketakutan pada istri. Bentuknya berupa celaan terhadap istri, pelecehan, memaki istri mengisolasi, mengintimidasi, atau tindakan-tindakan lain yang menyakitkan hati serta perasaan.
4.         Kekerasan seksual, yaitu tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual, memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual disaat istri tidak menghendaki melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai istri, maupun menjauhkan atau tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

2.3  Konsep Ecomap

Eco-map merupakan gambaran relasi klien dengan keluarga dan lingkungan yang disajikan secara diagram dan interaktif. Eco-map terdiri dari diagram keluarga yang dikelilingi oleh satu set lingkaran dan garis yang digunakan untuk menggambarkan keluarga dalam konteks lingkungan. Tanda panah mengindikasikan arah keterlibatan, dan berbagai garis lain mengindikasikan tingkat hubungan. Eco-map dapat membantu kedua belah pihak mencapai pandangan holistic atau ekologi kehidupan klien dan sifat hubungan keluarga dengan kelompok, asosiasi, organisasi, keluarga dan individu lainnya. Teknik ini membantu klien dan pekerja mendapatkan informasi tentang masalah-masalah klien dengan menyediakan tampilan snapshot dari interaksi penting pada suatu titik waktu tertentu.
Eco-map bagi para pekerja sosial digunakan untuk menampilkan interaksi penting dari sebuah keluarga klien dengan sistem lain (yaitu, kelompok, keluarga lain, individu, dan organisasi) bahwa keluarga biasanya berinteraksi dengan pada titik tertentu dalam waktu. Diagram tersebut memungkinkan pekerja untuk lebih memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga. Kemudian membantu pekerja menghasilkan hipotesis dinamika bermasalah dalam sistem lingkungan keluarga, yang pekerja kemudian dapat lebih mengeksplorasi dengan mempertanyakan anggota keluarga. Setelah dinamika bermasalah diidentifikasi, pekerja dapat memusatkan perhatian pada membantu anggota keluarga menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika bermasalah.
Sedangkan bagi anggota keluarga klien, eco-map membantu mereka mengidentifikasi dan memahami dinamika bermasalah dalam sistem keluarga-lingkungan mereka. Setelah diidentifikasi, anggota keluarga yang kemudian dalam posisi untuk menghasilkan strategi (bersama-sama dengan pekerja mereka) untuk menyelesaikan dinamika.  









BAB III

PEMBAHASAN



Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah semua bentuk perilaku verbal non verbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasaranya. Seperti dalam kasus Mita dimana ayah Mita  menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam keluarga Mita terjadi karena ibu Mita dan anak-anak (Mita dan adik-adik) memiliki posisi yang lebih lemah jika dibandingkan dengan ayahnya. Stereotype masyarakat bahwa perempuan adalah lemah ini dimanfaatkan ayah Mita untuk melakukan diskriminasi terhadap istri dan anak-anknya, dan mengagngap bahwa istri dan anak-anaknya merupakan manusia kelas dua(subordinasi). Kekuatan fisik laki-laki sering dipergunakan sebagai lambang supremasi yang berpotensi melakukan tindak kekerasan terhadap pihak yang lebih lemah. Hal ini terlihat dari perlakuan kasar yang diterima Mita, ibu dan adi-adiknya.
Berdasarkan hal tersebut untuk mengetahui Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi dalam keluarga Mita maka dibutuhkan alat analisis yang menggambarkan jalinan relasi antaranggota keluarga. Melalui diagram eco-map dapat menampilkan interaksi penting yang terjadi dalam keluarga Mita dengan sistem lain (yaitu, kelompok, keluarga lain, individu, dan organisasi). Diagram tersebut memungkinkan untuk memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga Mita ( Lihat gambar 1).






 

















Di bawah ini terdapat penjelasan relasi yang terjalin dalam keluarga Mita :
1.                       Lingkunga dan relasi dalam keluarga inti Mita
Dalam sebuah keluarga terdapat sejumlah relasi yang berfungsi secara unik dan saling terkait di dalamnya. Saling keterkaitan ini menyebabkan ketika salah satu individu mengalami sesuatu maka akan ada dampaknya bagi individu yang lain dalam keluarga tersebut. Seperti halnya dalam keluarga Mita dimana terdapat inkonsistensi relasi yang terjadi terutama antara ayah Mita dengan anggota keluarga lainnya (istri dan anak-anaknya).
a.                        Hubungan antara ayah Mita dan ibu Mita
Hubungan yang terjadi antara ayah Mita dan Ibu Mita tidak seimbang dan sangat tidak harmonis. Dimana ayah Mita merasa memiliki kekuasaan penuh terhadap istrinya. Begitu pula ibu Mita menganggap bahwa suaminya adalah orang yang harus ditaati dan dihormati. Hal inilah menyebabkan ayah Mita melakukan dominasi perilaku sehinggga melakukan kekerasan terhadap istrinya.
Bentuk kekerasan yang dilakukan ayah Mita terhadap ibu Mita mencakup tiga bentuk kekerasan yaitu pertama kekerasan ekonomi, dalam hal ini ayah Mita yang pengangguran tidak memiliki keinginan memenuhi ekonomi keluarga bahkan melimpahkan pemenuhan kebutuhan keluarga kepada istrinya. Selain itu, dia juga  memakai uang yang menjadi hak istri dan menggunakan uang tersebut untuk judi dan menjual barang-barang berharga untuk membayar hutangnya.
Kedua, kekerasan fisik yaitu perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian. Hal ini senada dengan apa yang dilakukan ayah Mita kepada ibu Mita, ayah Mita sering memukul, menampar,dan menendang istrinya hingga memar. Hal ini merupakan bentuk kekesalan ayah Mita terhadap istrinya karena istrinya melakukan kesalahan, tidak sependapat dan menyinggung harga dirinya meskipun hal tersebut dilakukan dengan tidak sengaja. Ketiga kekerasan psikologis atau psikis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, serta rasa ketakutan pada istri. Kekerasan ini ditunjukkan ketika anaknya membantahnya maka ayah Mita akan menyakiti perasaan istrinya dengan mencela, melecehkan, memaki-maki dan melimpahkan segala kesalahan dengan menganggap istrinya tidak bisa merawat dan mengasuh anak dengan baik.

b.                       Hubungan Ayah dan anak
Hubungan ayah Mita dengan anak-anaknya tidak jauh berbeda denga hubungan ayah Mita dengan ibu Mita. Peran ayah yang seharusnya memberi nafkah dan melindungi keluarganya tidak bisa dijalankan.. Dominasi ayah Mita terlihat dari kekerasan seksual yang dilakukannya. Bentuk kekerasan seksual berupa exploitation rape yaitu pemerkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Senada dengan pernyataan tersebut, ayah Mita memanfaatkan status ayah yang dimiliki dan menganggap anak adalah materi yang dimilikinya sehingga dia berhak melakukan apapun terhadap anaknya. Sehingga dia selalu menuntut hak untuk dihormati dan dipenuhi keinginannya dengan cara anak-anaknya dipaksa memberikan pealyanan kepadanya.
 Kekerasan seksual ini dilakukan kepada Mita dan Nina, dimana ayah Mita selalu mencari kesempatan ketika anggota keluarga lain tidak berada dalam rumah. Ayah Mita memberiakn tekanan berupa ancaman jika mereka melaporkan peristiwa tersebut. Sehingga inilah yang menyebabkan Mita dan Nina tertekan secara psikologis disamping mengalami tekanan fisik. Namun dalam menghadapi tekanan psikologis dan fisik Nina tetap mampu bertahan dan bangkit untuk menacari solusi dari permasalahan yang diahadapinya. Hal ini berbeda dengan Nina, Nina cenderung membenci diri sendiri, menganggap  kotor, bersalah dan memiliki gambaran negarif  terhadap orang lain.
c.                        Hubungan antara Mita dengan adik-adiknya
Relasi  yang terjalin antara Mita dengan saudara-saudara kandungnya sangat baik. Merasakan penderitaan yang sama membuat kehidupan Mita dengan adik-adiknya terlihat rukun. Hal ini terlihat dari perilaku Mita yang merelakan keinginannya untuk tidak melanjutkan pendidikan di Kota Solo demi membantu adik-adiknya agar terlepas dari sikap kasar ayahnya.

d.                       Hubungan antara Mita dengan Ibunya
Hubungan harmonis terjalin antara Mita dengan ibunya. Ibu merupakan orang yang terpenting bagi Mita. Terlepas dari peran ayah tidak bisa dijalankan, ibu Mita harus mencari nafkah agar semua kebutuhan keluarga dapat dipenuhi. Selain itu, ibu Mita juga berperan sebagai pengurus semua keperluan rumah tangga.
Namun di sisi lain, sikap ibu yang selalu membela, membenarkan, dan mengharapkan perubahan perilaku ayahnya malah melemahkan posisi Mita. Dimana keinginan Mita yang ingin mencari jalan keluar atas permasalahan dalam keluarganya selalu terhalang dengan sikap ibu yang selalu membela ayahnya.

2.                       Lingkungan di Luar Keluarga Inti
a.                        Tetangga
Hubungan ayah Mita dengan tetangga berjalan normal.Sang suami juga bersikap baik dengan tetangganya. Namun sang suami berada di lingkungan yang kurang baik, teman-temannya adalah orang –orang yang suka taruhan atau berjudi.  Sedangkan hubungan ibu Mita dengan tetangga berjalan dengan normal. Kadang tetangga merasa kasihan dengan sang istri dan menyarankan untuk segera meninggalkan sang suami. Namun sang istri menolaknya dan tetap menganggap suatu hari suaminya akan berubah.
b.                       Pekerjaan
Ayah Mita tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, bahkan sang suami sering menjual barang – barang yang ada dirumah untuk melunasi hutang-hutangnya. Sedangkan ibu Mita adalah pencari nafkah dalam keluarga. Untuk mensekolahkan anak dan kebutuhan sehari-hari ibu Mita yang menafkahi keluarganya dengan bekerja sebagai penjahit baju.
c.                        Saudara (om dan tante)
Saudara dalam kasus ini sangat memberikan kontribusi penting. Dengan adanya hubungan antara Mita dengan saudara ibunya berjalan baik, saudara ibunya bersedia, mendukung dan memotivasi bahkan membantu Mita untuk menghubungkan serta melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialamu Mita kepada lembaga bantuan hokum dan pekerja sosial.
d.                       Sekolah
Sekolah merupakan sistem sosial yang kecil tempat anak-anak untuk mempelajari aturan moral,aturan sosial, sikap dan cara bergaul dengan orang lain. Sekolah memberikan pengaruh positif terhadap Mita sebab, melalui sekolah Mita mulai memberanikan diri untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya melalui. Bahkan guru BK mengkonsultasikan dengan pekerja sosial dan menemani melapor ke kepolisian, meskipun upaya tersebut belum memberikan hasil.
e.                        LBH (Lembaga Bantuan Hukum)
Lembaga Bantuan Hukum berupaya untuk memberikan bantuan hukum terhadap seseorang dalam proses pemeriksaan di kantor polisi, persidangan, hingga mendapat vonis yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Mereka akan mengirimkan seorang advokat yang akan mendampingi pihak yang berperkara di pengadilan. Advokat itu nantinya akan memberikan pelayanan berupa nasihat, saran, dan pembelaan kepada orang berperkara tersebut sehingga di dalam proses persidangan orang tersebut bisa benar-benar dijamin hak-haknya. Senada dengan apa yang dialami Mita LBHlah yang memberikan fasilitas hukum agar kasus ini dapat dibawa ke pengadilan.
f.                        Kepolisian
Kepolisian adalah suatu badan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik kriminal.Fungsi Kepolisian berusaha untuk menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Senada dalam fungsi kepolisian tersebut, namun dengan adanya persyaratan dalam prosedur pelaporan kasus yang diajukan di kepolisian, menyebabkan kepolisian malah mempersulit  kasus kekerasan seksual yang dialami oleh Mita
g.                       Pekerja Sosial
Pekerja sosial merupakan profesi yang memberikan pertolongan untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Peran pekerja sosial dalam kasus keluarga Mita adalah sebagai enabler dimana pekerja sosial membantu Mita dalam mengakses sistem sumber yang ada melalui lembaga bantuan hukum untuk membawa kasusnya dalam peradilan, kemudian mengidentifikasi masalah dan mencari solusi untuk menghindari sumber masalahnya.









BAB IV

PENUTUP



4.1  Kesimpulan

   Kedudukan perempuan yang masih lemah dalam masyarakat menyebabkan perempuan rawan menjadi korban kejahatan. Salah satu kejahatan asusila yang sering menjadikan kaum perempuan sebagai korbannya adalah pemerkosaaan, dan pemerkosaan ini terjadi dilingkungan manapun termasuk keluarga seperti contoh kasus pemerkosaan dalam lingkungan keluarga yang di alami Mita yang sudah di bahas sebelumnya. Tidak sedikit akibat yang di alami korban pemerkosaan, korban pemerkosaan juga akan mengalami penderitaan ganda misalnya penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Dalam kasus pemerkosaan tersebut Mita berusaha mencari jalan keluar atas masalah yang keluarganya hadapi dengan berbagai tahapan usaha Mita menemukan jalan keluar untuk permasalahan keluarganya tersebut karna Mita beranggapan bahwa semua yang terjadi pada keluarganya merupakan sebuah ketidak adilan dan masalahnya tersebut sudah jauh dari batas kewajaran. Dalam kasus ini pendekatan yang kelompok kami gunakan adalah eco-map yang mana ini lebih memfokuskan perhatian pada interaksi keluarga dengan kelompok, sumber, organisasi, asosiasi, keluarga lain, dan individu lain. eco-map yang di gunakan dalam kasus Mita berfungsi untuk mengidentifikasikan dan memahami masalah dalam keluarganya dan setelah terindetifikasi maka akan menghasilakan trategi untuk menyelesaikan dinamika permasalahan keluarganya. Eco-map merupakan gambaran relasi klien dengan keluarga dan lingkungan yang disajikan secara diagram dan interakti, bagi para pekerja sosial digunakan untuk menampilkan interaksi penting dari sebuah keluarga klien dengan sistem lain. dalam kasus Mita sendiri kami jelaskan sudah jelaskan menganai relasi inti dari keuarga Mita mulai dari relasi ayah dan ibu mita, ayah dan anak, Mita dengan adik-adiknya, Mita dengan ibunya. Dan juga kami jelaskan mengani relasi lingkungan luar keluarga inti mulai dari tetangga, pekerjaan, saudara, sekolah, LBH, kepolisian dan pekerja sosial.
















DAFTAR PUSTAKA




BUKU
Huda, Miftahul.2009. Pekerja Sosial dan Kesejahteraan Sosial : Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

INTERNET
Tarigan,Amelisa.TanpaTahun.BABII:TinjauanPustaka.https://www.academia.edu/8217724/Pengertian_pemerkosaan_bab_II (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)
Sitaniapessy.‎2013.BABI:Pendahuluanhttp://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4056/2/T2_752009016_BAB%20I.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)
Fahrudin, Adi. Tanpa tahun. Ketahanan Institusi Keluarga Dankesejahteraan Anak. https://www.academia.edu/2111848/Pekerjaan_Sosial_dan_Keluarga (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)

Sari, Octorina Ulina.2014. Jurnal Upaya Perlindungan Korban Perkosaan Ditinjau Dari Sudut Pandandang Viktimologihttp://e-journal.uajy.ac.id/5956/1/JURNAL%20Hk10368.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 17.59)

Susanto. 2006.Penanganan Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt) Dengan Pendekatan Sosial Keagamaan http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 18.42)




ANALISIS KASUS KEKERASAN SEKSUAL MITA
BERDASARKAN PENDEKATAN ECO-MAP

 


TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
METODE PEKERJA SOSIAL DENGAN INDIVIDU DAN KELUARGA
                                                                                                       

Oleh:
Hosnol Hotimah                     (130910301014)
Iswiyanti                                 (130910301022)
Nur Azizah Fitriana              (130910301061)


JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI-2015




BAB I

PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang

Kedudukan perempuan yang masih lemah dalam masyarakat menyebabkan perempuan rawan menjadi korban kejahatan. Kejahatan yang sering dialami oleh kaum perempuan adalah kejahatan asusila. Salah satu kejahatan asusila yang sering menjadikan kaum perempuan sebagai korbannya adalah kejahatan pemerkosaan. Pemerkosaan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang tidak bisa ditoleransi karena telah menghancurkan hak paling mendasar yang dimiliki oleh perempuan. Selain itu, korban pemerkosaan juga akan mengalami penderitaan ganda yang meliputi penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Kasus pemerkosaan tersebut dapat terjadi di lingkungan mana saja baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Seperti dalam kasus di bawah ini, dimana pemerkosaan terjadi dalam lingkup keluarga. Keluarga merupakan salah satu ruang lingkup terkecil dalam masyarakat. Masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dipengaruhi oleh keluarga dan akan memberikan dampak ke ruang lingkup yang lebih besar. Karena keluarga adalah sebuah sistem yang penuh interaksi, perubahan yang terjadi kepada satu anggota akan berpengaruh kepada seluruh tubuh keluarga tersebut. Kasus pemerkosaan dalam keluarga yang akan dibahas, kasus tersebut ditimbulkan karena salah satu anggota keluarga yang tidak sejalan dengan apa yang seharusnya dilakukan.  Diaman ayah kandung atau pemimpin keluarga sering melakukan tindakan kasar terhadap istri dan anak-anaknya dan bahkan sampai melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anaknya sendiri, berikut adalah kronologi kasus keluarga Mita yang disebabkan oleh ayah kandungnya.
Mita adalah anak pertama dari enam bersaudara, dia memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di Solo. Di sela permasalahan kemiskinan yang dialami keluarganya, biaya pendidikan berasal dari hasil menjahit ibunya. Mita merasa nyaman sekolah di Solo dan merasa aman karna jauh dari siksaan maupun kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya. Mita dan ibunya selalu berharap ayah kandungnya akan berubah, tapi kenyataanya ayahnya tidak pernah bisa berubah. Hal ini tercermin dari ketika Mita tidak dirumah, Nina adik Mita juga menjadi korban kekersan seksual ayahnya. Nina tidak berani melawan karena adanya berbagai ancaman dari ayahnya. Ayahnya melakukan aksi pemerkosaan ketika semua orang sedang tidak ada di rumah secara terus menerus. Akibat mengalami kekerasan seksual tersebut, Nina mengalami tekanan batin dan psikologis sehingga dia sering murung, pesismis, merasa hidup sendiri, merasa bahwa hidup ini tidak adil untuk dirinya sendiri dan bahkan Nina sempat memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dengan cara menyilet lengannya sendiri, hal ini  tidak hanya dilakukan satu dua kali oleh nina bahkan sudah berkali-kali dilakukan karna tekanan depresi atas perlakukan bapak kandungnya sendiri.
Selain melakukan kekerasan seksual terhadap anaknya, ayah Mita juga melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya apabila istrinya melakukan setiap kesalahan sekecil apapun. Sebab ayah Mita selalu berburuk sangka dan sensitif terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh anggota keluarga. Selain itu ayah Mita juga sering berkata kotor dan mudah tersinggung, selalu menyalahkan ibu Mita disertai dengan pukulan-pukulan jika dibantah keinginannya dan perilakukanya dianggap salah. Namun Ibu Mita tetap menghargai ,menghormati dan tidak mau menyalahkan suaminya. Seperti ketika Mita mengajak ibunya untuk mencari jalan keluar atas perlakuan kasar ayahnya, ibu Mita tidak mau, pasrah dan masih berharap ayahnya akan berubah suatu saat nanti. Berbeda dengan ibunya, Mita tetap ingin berupaya mencari solusi atas apa yang sudah terjadi pada keluarganya karna Mita menganggap semua ini sudah tidak adil dan masalah yang menimpa keluarganya sudah melebihi batas kewajaran.
Langkah awal yang dilakukan mita, menceritakan semua kejadian kepada guru bimbingan konseling di sekolah, dan gurunya bersedia membantu Mita bahkan mau berkonsultasi dengan pekerja sosial untuk mengetahui kondisi psikologi Mita dan adiknya ( Nina). Kedua, Mita melapor kepolisi dengan didampingi  guru BKnya, tapi laporan Mita ditolak karna Mita masih dibawah umur dan harus menggunakan wali atau orang tua untuk sebuah pelaporan di kantor polisi. Ketiga, meminta bantuan kepada saudara ibunya (om dan tante) untuk membantu melaporkan kasusnya. Kemudian omnya, bersedia membantu dan langsung meminta bantuan LBH agar kasus tersebut di proses melalui hukum. Di LBH ini menyediakan lawyer sebagai kuasa hokum Mita. Selama penyedikan kasus tersebut, Mita mendapat konseling dari pekerja sosial untuk mencari solusi dan mengarahkan Mita agar seluruh keluarga kecuali ayahnyanya untuk pindah sementara ke tempat yang telah disediakan oleh pekerja sosial. Keempat, mengajak seluaruh angguta keluarga kecuali ayahnya untuk pindah dari rumah tempat mereka tinggal ke tempat yang sudah disediakan agar terlepas dari siksaan ayahnya dengan merencakan cara untuk keluar tanpa kecurigaan ayahnya.
Setelah itu proses peradilan berlangsung, Mita bersama keluarganya berharap agar ayahnya mendapatkan hukuman yang maksimal sesuai dengan apa yang telah dilakukannya. Tapi hasilnya tidak sebanding dengan apa yang keluarganya harapkan. Tuntutan hukuman yang diinginkan 9 tahun, tapi ayahnya hanya mendapat hukuman 4 tahun dan masih dipotong masa tahanan. Meski Mita merasa lega tapi Mita masih kecewa terhadap hukuman yang diberikan kepada ayahnya terlalu ringan dan tidak sebanding dengan apa yang dilakukan ayahnya terhadap Mita, nina dan ibunya. Selain itu Mita juga merasa khawatir apabila ayah Mita bebas dari masa tahanan akan mencari keluarga mita dan mengganggu keluarga Mita lagi.
Berdasarkan kasus diatas pendekatan yang kelompok kami gunakan dalam membahas kasus ini yaitu eco-map yang mana ini lebih memfokuskan perhatian pada interaksi keluarga dengan kelompok, sumber, organisasi, asosiasi, keluarga lain, dan individu lain. Seperti yang telah dipaparkan pada kasus keluarga di atas, Mita berusaha mencari jalan keluar atas apa yang sudah terjadi pada keluarganya karena Mita menganggap semuanya tidak adil dan masalah yang menimpa keluarganya sudah melebihi batas kewajaran, dengan melakukan tahapan usaha mencari jalan keluar, interaksi, sharing, bahkan berkonsultasi dengan pihak lain. Ketika masalah melanda sebuah keluarga, layanan sosial sering kali dibutuhkan dan jenis layanan sosial yang disediakan kepada keluarga yang dilanda masalah tersebar dalam jumlah yang sangat beragam. Ada berbagai cara untuk menilai keluarga bisa dengan melakukan sejarah sosial dari keluarga dan anggota-anggotanya, eco-map adalah alat penilaian yang digunakan untuk menilai masalah spesifik dan intervensi rencana untuk klien terutama pada kasus Mita ini. Ini membantu pekerja sosial dan Mita mencapai pandangan holistik atau ekologi kehidupan keluarga.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang masalah yang dihadapi Mita dengan menyediakan "tampilan snapshot" dari interaksi penting pada suatu titik waktu tertentu. Diagram biasanya membantu peksos untuk lebih memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga. Kemudian membantu menghasilkan hipotesis dinamika masalah dalam sistem lingkungan keluarga.Setelah dinamika masalah diidentifikasi, selanjutnya dapat memusatkan pada bantuan kepada keluarga dengan menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika masalah yang ada.Ecomap yang digunakan dalam kasus Mita berfungsi untuk mengidentifikasi dan memahami masalah dalam keluarganya. Setelah diidentifikasi, maka akan menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika permasalahan keluarga tersebut.  

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah : Bagaimana proses pengkajian ecomap terhadap kasus kekerasan yang dialami keluarga Mita?

1.3  Tujuan

Untuk  mengkajian ecomap dalam kasus kekerasan yang dialami keluarga Mita













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA




2.1 PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Menurut kriminolog Mulyana W. Kusuma dalam (http://e-journal.uajy.ac.id/5956/1/JURNAL%20Hk10368.pdf) menyebutkan macam-macam perkosaan sebagai berikut:
1.         Sadistic Rape : Perkosaan sadistis, pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, tetapi melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.
2.         Angea Rape : Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas menjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan perasaan geram dan marah yang tertahan. Disini tubuh korban seakan-akan merupakan objek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas prustasi-prustasi, kelemahan, kesulitan, dan kekecewaan hidupnya.
3.         Dononation Rape : Yakni suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencoba untuk gigih atas kekuasaan dan superioritas terhadap korban. Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual.
4.         Seductive Rape : Suatu perkosaan yang terjadi pada situasi-situasi yang merangsang, yang tercipta oleh kedua belah pihak. Pada mulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh kesenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai rasa bersalah yang menyangkut seks. Yakni perkosan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebaagi pencetusnya.
5.         Exploitation Rape :Perkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial.

2.2  Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam (http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf) adalah semua bentuk perilaku verbal non verbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasaranya.Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadapseseorang atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah (atau dipandang berada didalam keadaan lebih lemah), bersaranakan kekuatannya-entah fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajan untuk dapat ditimbulkan rasa derita di pihak yang tengah obyek kekerasan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan penderitaan-penderitaan dan kesengsaraan baik dari segi fisik, psikisdan seksual yang dilakukan secara paksa oleh individu terhadap hubungan rumah tangga atau hubungan yang intim (karib).

2.2.1                       Bentuk-bentuk KDRT
Menurut bentuknya KDRT (domestikviolence) dalam (http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf) terdiri dari empat macam yang meliputi:
1.         Kekerasan ekonomi, yaitu perbuatan yang membatasi si istri untuk bekerja didalam atau diluar rumah yang menghasilkan uang atau barang dan membiarkan si istri bekerja untuk dieksploitasi atau melantarkan anggota keluarganya, dalam arti tidak memenuhi ekonomi keluarga, memakai uang yang menjadi hak istri, menggunakan uang untuk judi dan merampas harta warisan istri.
2.         Kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian. Bentuknya memukul, menampar, menjambak, menendang, menyudutkan rokok, dan lain-lain.
3.         Kekerasan psikologis atau psikis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, serta rasa ketakutan pada istri. Bentuknya berupa celaan terhadap istri, pelecehan, memaki istri mengisolasi, mengintimidasi, atau tindakan-tindakan lain yang menyakitkan hati serta perasaan.
4.         Kekerasan seksual, yaitu tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual, memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual disaat istri tidak menghendaki melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai istri, maupun menjauhkan atau tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

2.3  Konsep Ecomap

Eco-map merupakan gambaran relasi klien dengan keluarga dan lingkungan yang disajikan secara diagram dan interaktif. Eco-map terdiri dari diagram keluarga yang dikelilingi oleh satu set lingkaran dan garis yang digunakan untuk menggambarkan keluarga dalam konteks lingkungan. Tanda panah mengindikasikan arah keterlibatan, dan berbagai garis lain mengindikasikan tingkat hubungan. Eco-map dapat membantu kedua belah pihak mencapai pandangan holistic atau ekologi kehidupan klien dan sifat hubungan keluarga dengan kelompok, asosiasi, organisasi, keluarga dan individu lainnya. Teknik ini membantu klien dan pekerja mendapatkan informasi tentang masalah-masalah klien dengan menyediakan tampilan snapshot dari interaksi penting pada suatu titik waktu tertentu.
Eco-map bagi para pekerja sosial digunakan untuk menampilkan interaksi penting dari sebuah keluarga klien dengan sistem lain (yaitu, kelompok, keluarga lain, individu, dan organisasi) bahwa keluarga biasanya berinteraksi dengan pada titik tertentu dalam waktu. Diagram tersebut memungkinkan pekerja untuk lebih memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga. Kemudian membantu pekerja menghasilkan hipotesis dinamika bermasalah dalam sistem lingkungan keluarga, yang pekerja kemudian dapat lebih mengeksplorasi dengan mempertanyakan anggota keluarga. Setelah dinamika bermasalah diidentifikasi, pekerja dapat memusatkan perhatian pada membantu anggota keluarga menghasilkan strategi untuk menyelesaikan dinamika bermasalah.
Sedangkan bagi anggota keluarga klien, eco-map membantu mereka mengidentifikasi dan memahami dinamika bermasalah dalam sistem keluarga-lingkungan mereka. Setelah diidentifikasi, anggota keluarga yang kemudian dalam posisi untuk menghasilkan strategi (bersama-sama dengan pekerja mereka) untuk menyelesaikan dinamika.  









BAB III

PEMBAHASAN



Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah semua bentuk perilaku verbal non verbal yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik maupun psikologis pada orang yang menjadi sasaranya. Seperti dalam kasus Mita dimana ayah Mita  menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan dalam keluarga Mita terjadi karena ibu Mita dan anak-anak (Mita dan adik-adik) memiliki posisi yang lebih lemah jika dibandingkan dengan ayahnya. Stereotype masyarakat bahwa perempuan adalah lemah ini dimanfaatkan ayah Mita untuk melakukan diskriminasi terhadap istri dan anak-anknya, dan mengagngap bahwa istri dan anak-anaknya merupakan manusia kelas dua(subordinasi). Kekuatan fisik laki-laki sering dipergunakan sebagai lambang supremasi yang berpotensi melakukan tindak kekerasan terhadap pihak yang lebih lemah. Hal ini terlihat dari perlakuan kasar yang diterima Mita, ibu dan adi-adiknya.
Berdasarkan hal tersebut untuk mengetahui Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi dalam keluarga Mita maka dibutuhkan alat analisis yang menggambarkan jalinan relasi antaranggota keluarga. Melalui diagram eco-map dapat menampilkan interaksi penting yang terjadi dalam keluarga Mita dengan sistem lain (yaitu, kelompok, keluarga lain, individu, dan organisasi). Diagram tersebut memungkinkan untuk memahami faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keluarga Mita ( Lihat gambar 1).

Gambar I
Suami
Istri
15

13
10
8
6
3
pekerjaan
Lingkungan
saudara
 







kepolisian
                   Mita       Nina     Dina   Rita       Taufiq  Adnan           

sekolah
LBH H
Peksos
 


                                                                                                                
Keterangan :
               : Hubungan positif
               : Hubungan negative
               : Pelecehan seksual
               : Kekerasan






Di bawah ini terdapat penjelasan relasi yang terjalin dalam keluarga Mita :
1.                       Lingkunga dan relasi dalam keluarga inti Mita
Dalam sebuah keluarga terdapat sejumlah relasi yang berfungsi secara unik dan saling terkait di dalamnya. Saling keterkaitan ini menyebabkan ketika salah satu individu mengalami sesuatu maka akan ada dampaknya bagi individu yang lain dalam keluarga tersebut. Seperti halnya dalam keluarga Mita dimana terdapat inkonsistensi relasi yang terjadi terutama antara ayah Mita dengan anggota keluarga lainnya (istri dan anak-anaknya).
a.                        Hubungan antara ayah Mita dan ibu Mita
Hubungan yang terjadi antara ayah Mita dan Ibu Mita tidak seimbang dan sangat tidak harmonis. Dimana ayah Mita merasa memiliki kekuasaan penuh terhadap istrinya. Begitu pula ibu Mita menganggap bahwa suaminya adalah orang yang harus ditaati dan dihormati. Hal inilah menyebabkan ayah Mita melakukan dominasi perilaku sehinggga melakukan kekerasan terhadap istrinya.
Bentuk kekerasan yang dilakukan ayah Mita terhadap ibu Mita mencakup tiga bentuk kekerasan yaitu pertama kekerasan ekonomi, dalam hal ini ayah Mita yang pengangguran tidak memiliki keinginan memenuhi ekonomi keluarga bahkan melimpahkan pemenuhan kebutuhan keluarga kepada istrinya. Selain itu, dia juga  memakai uang yang menjadi hak istri dan menggunakan uang tersebut untuk judi dan menjual barang-barang berharga untuk membayar hutangnya.
Kedua, kekerasan fisik yaitu perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau cacat pada tubuh seseorang atau menyebabkan kematian. Hal ini senada dengan apa yang dilakukan ayah Mita kepada ibu Mita, ayah Mita sering memukul, menampar,dan menendang istrinya hingga memar. Hal ini merupakan bentuk kekesalan ayah Mita terhadap istrinya karena istrinya melakukan kesalahan, tidak sependapat dan menyinggung harga dirinya meskipun hal tersebut dilakukan dengan tidak sengaja. Ketiga kekerasan psikologis atau psikis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang menyebabkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, serta rasa ketakutan pada istri. Kekerasan ini ditunjukkan ketika anaknya membantahnya maka ayah Mita akan menyakiti perasaan istrinya dengan mencela, melecehkan, memaki-maki dan melimpahkan segala kesalahan dengan menganggap istrinya tidak bisa merawat dan mengasuh anak dengan baik.

b.                       Hubungan Ayah dan anak
Hubungan ayah Mita dengan anak-anaknya tidak jauh berbeda denga hubungan ayah Mita dengan ibu Mita. Peran ayah yang seharusnya memberi nafkah dan melindungi keluarganya tidak bisa dijalankan.. Dominasi ayah Mita terlihat dari kekerasan seksual yang dilakukannya. Bentuk kekerasan seksual berupa exploitation rape yaitu pemerkosaan yang menunjukkan bahwa setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleh oleh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi wanita yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Senada dengan pernyataan tersebut, ayah Mita memanfaatkan status ayah yang dimiliki dan menganggap anak adalah materi yang dimilikinya sehingga dia berhak melakukan apapun terhadap anaknya. Sehingga dia selalu menuntut hak untuk dihormati dan dipenuhi keinginannya dengan cara anak-anaknya dipaksa memberikan pealyanan kepadanya.
 Kekerasan seksual ini dilakukan kepada Mita dan Nina, dimana ayah Mita selalu mencari kesempatan ketika anggota keluarga lain tidak berada dalam rumah. Ayah Mita memberiakn tekanan berupa ancaman jika mereka melaporkan peristiwa tersebut. Sehingga inilah yang menyebabkan Mita dan Nina tertekan secara psikologis disamping mengalami tekanan fisik. Namun dalam menghadapi tekanan psikologis dan fisik Nina tetap mampu bertahan dan bangkit untuk menacari solusi dari permasalahan yang diahadapinya. Hal ini berbeda dengan Nina, Nina cenderung membenci diri sendiri, menganggap  kotor, bersalah dan memiliki gambaran negarif  terhadap orang lain.
c.                        Hubungan antara Mita dengan adik-adiknya
Relasi  yang terjalin antara Mita dengan saudara-saudara kandungnya sangat baik. Merasakan penderitaan yang sama membuat kehidupan Mita dengan adik-adiknya terlihat rukun. Hal ini terlihat dari perilaku Mita yang merelakan keinginannya untuk tidak melanjutkan pendidikan di Kota Solo demi membantu adik-adiknya agar terlepas dari sikap kasar ayahnya.

d.                       Hubungan antara Mita dengan Ibunya
Hubungan harmonis terjalin antara Mita dengan ibunya. Ibu merupakan orang yang terpenting bagi Mita. Terlepas dari peran ayah tidak bisa dijalankan, ibu Mita harus mencari nafkah agar semua kebutuhan keluarga dapat dipenuhi. Selain itu, ibu Mita juga berperan sebagai pengurus semua keperluan rumah tangga.
Namun di sisi lain, sikap ibu yang selalu membela, membenarkan, dan mengharapkan perubahan perilaku ayahnya malah melemahkan posisi Mita. Dimana keinginan Mita yang ingin mencari jalan keluar atas permasalahan dalam keluarganya selalu terhalang dengan sikap ibu yang selalu membela ayahnya.

2.                       Lingkungan di Luar Keluarga Inti
a.                        Tetangga
Hubungan ayah Mita dengan tetangga berjalan normal.Sang suami juga bersikap baik dengan tetangganya. Namun sang suami berada di lingkungan yang kurang baik, teman-temannya adalah orang –orang yang suka taruhan atau berjudi.  Sedangkan hubungan ibu Mita dengan tetangga berjalan dengan normal. Kadang tetangga merasa kasihan dengan sang istri dan menyarankan untuk segera meninggalkan sang suami. Namun sang istri menolaknya dan tetap menganggap suatu hari suaminya akan berubah.
b.                       Pekerjaan
Ayah Mita tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, bahkan sang suami sering menjual barang – barang yang ada dirumah untuk melunasi hutang-hutangnya. Sedangkan ibu Mita adalah pencari nafkah dalam keluarga. Untuk mensekolahkan anak dan kebutuhan sehari-hari ibu Mita yang menafkahi keluarganya dengan bekerja sebagai penjahit baju.
c.                        Saudara (om dan tante)
Saudara dalam kasus ini sangat memberikan kontribusi penting. Dengan adanya hubungan antara Mita dengan saudara ibunya berjalan baik, saudara ibunya bersedia, mendukung dan memotivasi bahkan membantu Mita untuk menghubungkan serta melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialamu Mita kepada lembaga bantuan hokum dan pekerja sosial.
d.                       Sekolah
Sekolah merupakan sistem sosial yang kecil tempat anak-anak untuk mempelajari aturan moral,aturan sosial, sikap dan cara bergaul dengan orang lain. Sekolah memberikan pengaruh positif terhadap Mita sebab, melalui sekolah Mita mulai memberanikan diri untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya melalui. Bahkan guru BK mengkonsultasikan dengan pekerja sosial dan menemani melapor ke kepolisian, meskipun upaya tersebut belum memberikan hasil.
e.                        LBH (Lembaga Bantuan Hukum)
Lembaga Bantuan Hukum berupaya untuk memberikan bantuan hukum terhadap seseorang dalam proses pemeriksaan di kantor polisi, persidangan, hingga mendapat vonis yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Mereka akan mengirimkan seorang advokat yang akan mendampingi pihak yang berperkara di pengadilan. Advokat itu nantinya akan memberikan pelayanan berupa nasihat, saran, dan pembelaan kepada orang berperkara tersebut sehingga di dalam proses persidangan orang tersebut bisa benar-benar dijamin hak-haknya. Senada dengan apa yang dialami Mita LBHlah yang memberikan fasilitas hukum agar kasus ini dapat dibawa ke pengadilan.
f.                        Kepolisian
Kepolisian adalah suatu badan yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik kriminal.Fungsi Kepolisian berusaha untuk menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Senada dalam fungsi kepolisian tersebut, namun dengan adanya persyaratan dalam prosedur pelaporan kasus yang diajukan di kepolisian, menyebabkan kepolisian malah mempersulit  kasus kekerasan seksual yang dialami oleh Mita
g.                       Pekerja Sosial
Pekerja sosial merupakan profesi yang memberikan pertolongan untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Peran pekerja sosial dalam kasus keluarga Mita adalah sebagai enabler dimana pekerja sosial membantu Mita dalam mengakses sistem sumber yang ada melalui lembaga bantuan hukum untuk membawa kasusnya dalam peradilan, kemudian mengidentifikasi masalah dan mencari solusi untuk menghindari sumber masalahnya.









BAB IV

PENUTUP



4.1  Kesimpulan

   Kedudukan perempuan yang masih lemah dalam masyarakat menyebabkan perempuan rawan menjadi korban kejahatan. Salah satu kejahatan asusila yang sering menjadikan kaum perempuan sebagai korbannya adalah pemerkosaaan, dan pemerkosaan ini terjadi dilingkungan manapun termasuk keluarga seperti contoh kasus pemerkosaan dalam lingkungan keluarga yang di alami Mita yang sudah di bahas sebelumnya. Tidak sedikit akibat yang di alami korban pemerkosaan, korban pemerkosaan juga akan mengalami penderitaan ganda misalnya penderitaan fisik, psikis, dan sosial. Dalam kasus pemerkosaan tersebut Mita berusaha mencari jalan keluar atas masalah yang keluarganya hadapi dengan berbagai tahapan usaha Mita menemukan jalan keluar untuk permasalahan keluarganya tersebut karna Mita beranggapan bahwa semua yang terjadi pada keluarganya merupakan sebuah ketidak adilan dan masalahnya tersebut sudah jauh dari batas kewajaran. Dalam kasus ini pendekatan yang kelompok kami gunakan adalah eco-map yang mana ini lebih memfokuskan perhatian pada interaksi keluarga dengan kelompok, sumber, organisasi, asosiasi, keluarga lain, dan individu lain. eco-map yang di gunakan dalam kasus Mita berfungsi untuk mengidentifikasikan dan memahami masalah dalam keluarganya dan setelah terindetifikasi maka akan menghasilakan trategi untuk menyelesaikan dinamika permasalahan keluarganya. Eco-map merupakan gambaran relasi klien dengan keluarga dan lingkungan yang disajikan secara diagram dan interakti, bagi para pekerja sosial digunakan untuk menampilkan interaksi penting dari sebuah keluarga klien dengan sistem lain. dalam kasus Mita sendiri kami jelaskan sudah jelaskan menganai relasi inti dari keuarga Mita mulai dari relasi ayah dan ibu mita, ayah dan anak, Mita dengan adik-adiknya, Mita dengan ibunya. Dan juga kami jelaskan mengani relasi lingkungan luar keluarga inti mulai dari tetangga, pekerjaan, saudara, sekolah, LBH, kepolisian dan pekerja sosial.
















DAFTAR PUSTAKA




BUKU
Huda, Miftahul.2009. Pekerja Sosial dan Kesejahteraan Sosial : Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

INTERNET
Tarigan,Amelisa.TanpaTahun.BABII:TinjauanPustaka.https://www.academia.edu/8217724/Pengertian_pemerkosaan_bab_II (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)
Sitaniapessy.‎2013.BABI:Pendahuluanhttp://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4056/2/T2_752009016_BAB%20I.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)
Fahrudin, Adi. Tanpa tahun. Ketahanan Institusi Keluarga Dankesejahteraan Anak. https://www.academia.edu/2111848/Pekerjaan_Sosial_dan_Keluarga (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 13.22)

Sari, Octorina Ulina.2014. Jurnal Upaya Perlindungan Korban Perkosaan Ditinjau Dari Sudut Pandandang Viktimologihttp://e-journal.uajy.ac.id/5956/1/JURNAL%20Hk10368.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 17.59)

Susanto. 2006.Penanganan Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Kdrt) Dengan Pendekatan Sosial Keagamaan http://lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/02210076.pdf (Diunduh pada tanggal 22 Juni 2015, pukul 18.42)







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Intervensi Komunitas