Review Buku
1. Huda, Miftahul. 2008. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Buku ini berisi tentang rangkuman
secara utuh dasar-dasar ilmu pekerjaan sosial yang mencakup : definisi
pekerjaan sosial; kesejahteraan sosial; niali dam etika pekerjaan sosial; assessment dalam pekerjaan sosial; dan
metode dalam pekerjaan sosial.
Teori
dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
1.1 Kesejahteraan Sosial
Menurut
James Midgley dalam Miftahul Huda (2008:72) kesejahteraan sosial merupakan
suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama, sebagai berikut :
a.
Ketika masalah sosial dapat dimenej
dengan baik
b.
Ketika kebutuhan terpenuhi
c.
Ketika peluang-peluang sosial terbuka
secara maksimal
Kemudian
kesejahteraan sosial berdasarkan hasil Pre-Conference
Working for the 15 th International Conference Working of Social
Welfare (Sulistiati, 2004: 25 ) dalam Miftahul Huda (2008: 73) menyatakan
bahwa :
“Social Welfare all the organized social arrangements which have as
their direct and primary objective the well being of people in social context.
It includes the broad range of policies and services which are concerned with
various aspects of people live their income , security, healt, housing,
education , recreation, cultural tradition, etc.
(Kesejahteraan sosial adalah
keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan kontek sosialnya. Di dalamnya
tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan
berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti : pendapatan, jaminan sosial,
kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi budaya dan lain sebagainya)”
Selain
itu kesejahteraan dalam konteks Negara Indonesia tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial , Pasal 1 ayat 1
menyebutkan :
“Kesejahteraan sosial ialah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya”
Pernyataan
di atas menunjuk bahwa kesejahteraan sosial merupakan kondisi yang ideal dimana
menunjuk terhadap keseimbangan antara aspek sosial, material dan spiritual yang
harus dipenuhi oleh individu, kelompok, maupun masyarakat serta keadaan tersebut dapat dipenuhi dalam
berbagai cara, seperti melalui pelayanan maupun kebijakan sosial.
2. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama
Isi buku ini berdasakan
perspektif pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, sehingga buku
ini berargumen bahwa gerakan membangun dan memberdayakan masyarakat memerlukan
pendekatan holistic yang mempertimbangkan isu-isu local dan global. Di dalam
buku ini menjelaskan tentang konsepsi pembangunan kesejahteraan dan pekerjaan
sosial. Selain itu, buku ini juga mengkaji isu-isu strategis mengenai bagaimana
membangun dan memberdayakan rakyat secara partisipasis, dinamis dan sekaligus
multidimensional.
Teori
dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
2.1 Konsep Kesejahteraan Sosial
Menurut
PBB dalam Suharto (2005:1) memberi batasan bahwa kesejahteraan sebagai
kegiatan-kegiatan terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau
masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan
kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Hal ini
berarti kesejahteraan sosial merupakan institusi atau bidang kegiatan
melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga
pemerintah atau swasta guna mencegah , mengatasi, atau memberikan kontribusi
terhadap pemecahan masalah sosial dan meningkatkan kualitas hidup individu,
kelompok maupun masyarakat.
Lebih
lanjut lagi, konsep kesejahteraan sosial
memiliki tiga konsepsi sebagai berikut (Suharto, 2005:2) :
1) Kondisi
kehidupan atau keadaan sejahtera yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan
jasmani, rohani dan sosial.
2) Institusi,
arena tau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan
berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial
dan pelayanan sosial
3) Aktivitas
yaitu suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai
kondisi sejahtera
2.2 Pengembangan Masyarakat
Pengembangan
Masyarakat adalah salah satu salah satu metode pekerjan sosial yang tujuan
utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan
sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi
sosial. Menurut Jack Rothman dalam Suharto (2005:42), menyatakan bahwa terdapat
tiga model pengembangan masyarakat yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pengembangan
masyarakat lokal merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan
kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisiasi aktif serta
inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Model pengembangan ini berasumsi
bahwa anggota masyarakat tidak dipandang sebagai system klien yang bermasalah
akan tetapi lebih menekankan sebagai masyrakat yang unik dan memilki potensi
akan tetapi potensi tersebut belum mampu dikembangkan. Pengemabangan masyarakat
local ini berorientasi terhadap tujuan proses (process goal), hal ini berarti setiap angota masyrakat bertanggung
jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai
tujuan tersebut. Metode yang digunakan dalam pengembangan masyarakat lolak ini
adalah kepemimpinan local, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan
informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat.
Kedua, perencanaan
sosial mengarah terhadap suatu proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan
menetapakan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti
kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja. Model kedua ini berbeda dengan
model pertama, dimana model ini berorientasi pada tujuan tugas (task goal). Hal ini berarti perencanaan
sosial berasumsi bahwa masyarakat merupakan system klien yang mana mereka
merupakan kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial-ekonomi.
Ketiga,
aksi sosial yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan fundamental
dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian
kekuasaan (distribution of power),
sumber (distribution of resource), da
pengambilan keputusan (distribution of
decision making). Pendekatan aksi sosial didasrai bahwa masyarakat
merupakan sistem klien yang sering menjadi korban ketidakadilan struktur. Hal
ini menyebabkan bahwa aksi sosila lebih berorientasi terhadap tujuan proses dan
tujuan hasil dimana masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran,
pemberdayaan dan tindakan actual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih
demokaratis , kemerataan dan keadilan.
2.3 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan
menekankan terhadap kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah untuk
memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, menjangkau sumber-sumber
produktif sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memproleh barang
maupun jasa yang diperlukan, serta dapat ikut serta dalam proses pembangunan
maupun pengambilan keputusan.
Selain
itu Payne (1997:2006), mengemukakan bahwa pemberdayaan intinya ditujukan untuk
membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi
efek hambatan pribadi dan sosal dalam melakukna tindakan.
Hal
ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk
menggunakn daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari
lingkungan. Kemudian beberapa ahli juga mengemukakan mengenai definisi
pemberdayaan yang dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan
sebaga berikut :
·
Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang
lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995)
·
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan
man orang menjadi cukup kuat untuk berpartisioasi dalam berbagi pengontrolan
atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya.
·
Pemberdayaan menunujuk pada usaha
pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial
·
Pemberdayaan adalah suatu cara dengan
mana rakyat , organisasi , dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau
berkuasa atas) kehidupannya.
Dalam
hal ini pemberdayaan merupakan suatu proses dan tujuan. Pemberdayaan sebagai
proses merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat maupun individu yang mengalami
kemiskinan. Sedangkan pemberdayaan sebagai tujuan merujuk terhadap keadaan atau
hasil yang ingin dicapai perubahan sosial yaitu masyarakta yang berdaya,
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik secara fisik, ekonomi maupun sosial.
1.3.1
Strategi Pemberdayaan
Strategi
pemberdayaan dalam konteks Ilmu Kesejahteraan Sosial dapat dilakukan melalui
tiga aras yaitu :
Pertama, Aras Mikro
yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap klien secara individu melalui
bimbingan, konseling, stress management,
crisis intervention. Tujuan utama dalam pemberdayaan ini adalah untuk
membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Kedua, Aras Mezzo yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap
sekelompok orang dimana pemberdayaan ini dilakukan dengan menggunakan kelompok
sebagai media intervensi. Teknik yang dilakukan pemberdayaan ini melalui
pendidikan dan pelatihan, maupun dinamika kelompok dalam meningkatkan
kesadaran, pengetahuan, keterrampilan, dan sikap-sikap klien agra memiliki
kemampuan memecahkan permasalahn yang dihadapi. Ketiga, Aras Makro atau biasa disebut sebagai strategi system besar
karena sasaran perubahan diarahakan pada system lingkunagn yang lebih luas.
Teknik yang digunakan yaitu perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye,
aksi sosial, lobbying, pengorganisasian
dan management konflik. (Suharto : 66-67)
Lebih
lanjut pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dilakukan
melalui penerapan pendekatan pemberdayaan sebagai berikut :
a. Pemungkinan
yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyrakat
berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan msayarakt dari
sekat-sekat kultural.
b. Penguatan
yaitu memperkuat pengetahuan dan kemmapuan yang dimiliki masyrakat dalam
memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
c. Perlindungan
yaitu pemberdayaan harus mampu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemaha agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaunagan yang tidak seimbang anatara yang kuata dan lemah, dan mencegah
terjadinya eksploitasi kelompok luat terhadap kelompok lemah
d. Penyokongan
merupakan cara memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu
menjalankan peranana dan tugas-tugas kehidupannya
e. Pemeliharaan
adalah memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbnagan
distribusi kekuasaan anatara berbagai kelompok masyarakat. (Suharto : 67-68)
1.3.2
Kelompok Lemah dan Ketidakberdayaan
Tujuan
pemberdayaan daah memperkuat masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki
ketidakberdayaan baik secara internal maupun eksternal. Di bawah ini terdapat
beberapa kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya
meliputi:
·
Kelompok lemah secara structural yaitu
orang yang lemah berdasarkan kelas, gender, maupun etnis.
·
Kelompok lemah khusus seperti manula,
anak-anak , remaja, disabilitas, gay, lesbian dan masyarakat terasing
·
Kelompok lemah secara personal yaitu
mereka yang mengalami masalah pribadi
Sedangkan ketidakberdayaan menurut
Sennet, Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto (2005:61) disebabkan oleh
beberapa factor seperti : ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam
arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan
finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya ketegnagan fisik maupun
emosional. Berbeda dengan Kieffer (1984:9) yang menyatakan bahwa ketidakberdayaan
merupakan hasil dari pembentukan interaksi terus-menerus antara individu dan
lingkungan yag meliputi kombinasi antara sikap penyalahan-diri sendiri ,
perasaan tidak dipercaya , keterasingan dari sumber-sumber sosial dengan
perasaan tidak mampu dalam perjuangan politik.
2.4 Pendampingan Sosial
Membangun
dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosila di mana
penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanan dan
tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan. Dalam proses tersebut dibutuhkan pendamping
sosial yang bertugas sebagai agen perubahan yang ikut membantu memecahkan
persoalan masyarrakat. Berdasarkan hal tersebut, pendampingan sosial merupakan
interaksi dinamis anatra kelompok miskin dan agen perubahan untuk bersama-asam
menghadapi tantangan seperti :
·
Merancang program perbaikan kehidupan
sosial ekonomi
·
Memobilisasi sumber daya setempat
·
Memecahkan masalah sosial
·
Menciptakan atau membuka akses bagi
pemenuhan kebutuhan
·
Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
yang relevan dengan konteks pemberdayaan (Suharto, 2005:93-94)
Kemudian
Payne dalam Suharto (2005:94) menyatakan bahwa prinsip utama pendampingan
sosial adalah “making the best of the
client’s resources”. Hal ini berarti klien dan lingkungannya dipandang
sebagai system sosial yang memiliki kekuatan positif dan bermanfaat bagi proses
pemecahan masalah. Selain itu, pendampingan sosial dilakukan berpusat terhadap
empat bidang fungsi sebagai berikut :
Pertama
pemungkinan atau fasilitasi merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian
motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Dalam fungsi ini agen perubahan
bertugas dalam hal mediasi atau negoisasi, membangun consensus bersama, serta
melakukan manajemen sumber. Berkaitan dengan tugas ini agen perubahan berusaha untuk memobolisasi dan
mengkoordinasikan sumber yang dibutuhkan masyarakat agar bisa dijangka mereka.
Sumber sendiri merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan agen perubahan dan
masyarakat dalam memecahkan masalah. Sumber dapat berupa personal,
interpersonal dan sumber sosial.
Kedua
fungsi penguatan yaitu berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna
memperkuat kapasitas masyarakat (capacity
building). Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman serta bertukar
gagsan dan pengalaman dengan masyarakat. Berkaitan dengan fungsi penguatan ini
maka tugas agen perubahan yaitu membangkitkan kesdaran masyarakat, menyampaikan
informas, melakukan konfrontasi, menyelenggarkan pelatihan bagi masyrakat.
Ketiga
fungsi perlindungan yaitu berkaitan dengan interkasi antra pendamping dengan
lembaga-lembaga eksternal demi kepentingan masyarakat yang mendapat dampingan.
Dalam hal ini agen berubahan bertugas untuk mencari sumber-sumber, melakukan
pembelaan, menggunakan media,meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun
jaringan kerja. Fungsi perlindungan mencakup tugas agen perubahan sebagi
konsultan, orang yang biasa diajak berkonsultasi dalam proses pemecahan
masalah.
Keempat,
fungssi pendukungan yaitu mengacu terhadap aplikasi ketrampilan yang bersifat
praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan dalam masyrakat. Pendamping
dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi
kelompok , melainkan juga melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan
ketrampilan dasar seperti melakukan analisa sosial, mengelola dinamika
kelompok, menjalin realasi, bernegoissai, berkomunikasi, dan mencari serta
mengatur sumber dana.
1.4.1
Keberfungsian Sosial
Keberfungsian
sosial merupakan kepabilitas individu atau kelompok dalam menjalankan
peran-peran sosial di lingkungannya. Kemudian Barker, Dubois an Miley dalam
Suharto (2005:146) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan
kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta
dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa
manusia merupakan subjek dari segenap proses dan aktivitas kehidupannya. Hal
ini berarti manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan
dalam proses pemberian pertolongan. Manusia seharusnya memiliki akses dalam
menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada
disekitar mereka.
Kemudian
langkah-langkah yang dilakukan agen perubahan dalam meningkatkan keberfungsian
sosial sebagai berikut ( Suharto, 2005:27-28) :
a. Meningkatkan
kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya
b. Menghubungkan
orang dengan system dan jaringan sosial yang memungkinkan mereka menjangkau
atau memperoleh berbagai sumber, pelayanan dan kesempatan
c. Meningkatkan
kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan pelayanan sosial
secara efektif, berkualitas dan berkemanusiaan
d. Merumuskan
dan mengembangkan peraturan hukum dan peraturan yang mampu menciptaka situasi yang kondusif bagi tercapainya
kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.
3. Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyrakat (Model & Strategi Pengembangan Masyrakat). Bandung : Humaniora
Isi buku ini membahas tentang
konsep teoritik mengenai permasalahan sosial dan kesejahteraan sosial
pembangunan. Namun buku ini lebih menekankan terhadap metodologi
pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dan teknologi pengembangan
masyarakat.
Teori
dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
3.1 Pemberdayaan Masyarakat
Soetarso
(2003) dalam Huraerah (2011:96) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat pada
haikikatnya mempunyai dua pengertian yaitu : pertama peningkatan
kemmapuan, motivasi, peran dan semua unsur masyarakat agar dapat menjadi sumber
yang langgeng untuk mendukung semua bentuk usaha kesejahteraan sosial. Unsur
masyarakat yang dapat digunakan sebagai sumber ini adalah :
a. Semua
warga masyarkat yang aktif dan mengabdikan diri di bidang usaha kesejahteraan
sosial baik secara perseorangan, kelompok maupun organissai.
b. Semua
warga msayarakat baik perseorangan maupun kelompok atau oragnissai yang belum
aktif mengabdikan diri di bidang usaha kesejahteraan sosial karena berbagai hal
berikut :
-
Tidak mengerti masalah sosial dan
pengaruhnya dalam masyrakat
-
Tidak mengerti tentang usaha
kesejahteraan sosial, masalah sosial,
dan pengaruhnya serta tentang usaha kesejahteraan sosial, tetapi tidak
mengetahui di mana dan bagaimana cara memberikan bagaimana cara memberikan
bantuan
-
Pernah membnatu tetapi kecewa atau
dikecewakan
Kedua,
pemanfaatan sumber masyarakat yang telah ditingkatkan kemampua, motivasi dan
perannya, dimana hal ini berkaitan dengan hal-hal berikut :
a. Pemahaman
lingkungan
b. Pemberian
informasi
c. Dramatisasi
masalah
d. Penggalangan
dukungan
e. Pengembangan
momentum
f. Penyedian
tempat atau lahan pengabdian
g. Pelatihan
dan pengembangan
Kemudian
menurut Sunyoto Usman dalam Huraerah (2011:100) pemberdayaan masarakat adalah
suatu proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self-reliance atau
kemandirian. Melalui proses ini masyarakat didampingi untuk membuat anlisis
masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternative solusi msalah
tersebutserta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resource yang dimiliki dan s dikuasai.
Lebih
lanjut menurut pandangan Kartasasmita (1997:11-12) dalam Huraerah (2011:100) memberdayakan adalah
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang masa
sekarang tidak mampu melepaskan siri dari kerangka kemiskinan dan
keterbelakangan. Oleh sebba itu, upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan
dengan :
a. Menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
b. Upaya
itu harus diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
c. Pemberdayaan
hbukan hanya meliputi penguatan anggota masyarakat, tetapi juga
pranta-pranatanya.
d. Meningkatkan
partisipasi masyrakat dalam pengambilan keputusan
e. Memberdayakan
berarti melindungi yaitu upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
3.2 Tingkatan Pemberdayaan
Menurut
Susiladiharti dalam Huraerah (2011:103), secara bertingkat keberdayaan
masyrakat dapat digambarkan sebagai berikut :
a.
Tingkat keberdayaan pertama adalah
terpenuhinya kebutuhan dasar (basic need)
b.
Tingkat keberdayaan kedua yaitu
penguasaan dan akses terhadap berbagai system dan sumber yang diperlukan
c.
Tingkat jkeberdayaan ketiga dalah
dimilikinya kesadaran penuh akan berbagai potensi , kekuatan, kelemahan diri
dan lingkungan
d.
Tingkat keberdayaan keempat adalah
kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat
bagi lingkungan yang lebih luas
e.
Tingkat keberdayaan kelima adalah
kemampuan mengendalikan diri dan lingkungannya.
4. (Wibhawa, B dkk. 2011. Social Entrepreneurship, Social Entreprise & Corporate Social Responbility. Bandung : Laboratorium Kesejahteraan Sosial, FISIP-UNPAD
4.1
Konsep
dan Teori Kewirausahaan Sosial
Menurut
kelompok peneliti EMES dalam Wibhawa (2011:24) terdapat lima elemen sosial
dalam kwirausahaan sosial yang meliputi hal sebagai berikut:
a.
An
activity launched by a group of citizen
b.
Decision
making power not based on capital ownership
c.
A
participatory nature involving those affected by nature
d.
Limited
profit distribution
e.
An
explicit aim to benefit the community
Berdasarkan lima elemen sosial di atas, hal ini berarti
kewirausahaan sosial merupakan sebuah aktivitas yang diinisiasi dan dilakukan
oeh warga, tingkat pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada kepemilikan
modal, serta tujuan dan target yang jelas untuk menjadi bermanfaat.
Kemudian lebih lanjut dalam Wibhawa (2011:25) spirit yang
terkandung dalam kewirausahaan sosial adalah adanya upaya untuk memanfaatkan
mental entrepreuneur ( mental
inovatif, kerja keras , dan berani mengambil resiko) untuk sebesar-besarnya
memberikan manfaat bagi masyarakat. Hal ini berarti bisnis yang dijalankan
berdasarkan mental kewirausahaan sosial tidak menekankan kesuksesannya terhadap
kinerja keuangan melainkan manfat yang dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan
kewirausahaan sosial menurut Light dalam Wibhawa (2011: 12) menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial adalah sebuah usaha untuk memecahkan masalah sosial yang
saling berkaitan dan saling ketergantungan lewat perubahan-perubahan yang
mendobrak pola-pola yang sudah ada.
4.2
Faktor-Faktor
Pendorong Kewirausahaan Sosial
Faktor-faktor
yang berpotensi mendorong berkembangnya kewirausahaan sosial dapat
dikategorikan menjadi dua sisi yaitu suplay dan demand. Di bawah ini adalah
adalah factor pendorong kewirausahaan sosial dari sisi suplay sebagai beikut:
a.
Meningkatnya kesejahteraan atau
pendapatan perkapita secara umum maupun mobilitas sosial yang semakin meningkat
b.
Meningkatnya usia produktif dari manusia
atau individu
c.
Secara kuantitatis jumlah pemerintah
yang demokratis semakin meningkat
d.
Meningkatnya kekuasaan/daya
jangkau/kekuatan penawaran dari perusahaan multinasional
e.
Tingkat pendidikan yang semakin baik
f.
Jaringan komunikasi yang semakin baik
Sedangkan
dari sisi demand (tuntutan) , di
bawah ini adalah hal-hal pendorong munculnya kewirausahaan sosial :
a.
Meningkatnya krisis di ranah lingkungan
dan kesehatan
b.
Meningkatnya ketidakadilan ekonomi di
masyarakat
c.
Kurangnya efesiensi pelayanan public
d.
Kemunduran atau berkurangnya peran
pemerintah dalam ranah perdagangan bebas
e.
Meningkatnya peran-peran dari organisasi
non pemerintah
f.
Kompetisi untuk mendapatkan sumber daya
5. Midgley, J. 2005. Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan Sosial dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta : Ditperta Depag RI
5.1
Pembangunan
Sosial oleh Individu
Pandangan kesejahteraan
dalam Midgley (2005:150) menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial akan lebih baik
diangkat ketika para individu secara mandiri dapat melakukan minat mereka dan
selanjutnya kesejahteraan mereka. Hal ini berarti kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan dapat diangkat ketika para individu mengangkat kesejahteraan
mereka. Pernyataan tersebutlah yang mendasari pendekatan individualis dan
pendekatan enterprise terhadap
pembangunan sosial. Namun pendekatan ini juga menolak paham bahwa tujuan
pembangunan sosial dapat dicapai dengan meminta rakyat untuk mengambil
tanggungjawab dalaam kesejahteraannya. Hal ini disebabkan sebagian besar
pendukung pendekatan ini lebih menekankan bentuk intervensi berbasis pemerintah
atau masyarakat.
Selain itu, pendekatan
pembangunan sosial oleh individu ini mendesak bagaimana cara meningkatkan
fungsi sosial individu,menciptakan kultur usaha yang lebih kuat dan
memfasilitasi penggunaan pasar secara produktif bagi rakyat biasa. Oleh sebab
itu, pendekatan pembangunan sosial saat
ini yaitu selain adanya penekanan terhadap bagaimana cara memenuhi kepentingan
individu dalam ekonomi harus terdapat intervensi pemerintah maupun organisasi
lain dalam mengangkat konteks pembangunan sosial dalam sebuah pasar ekonomi.
Pola intervensi tersebut dalam skala besar dapat menciptakan kultur enterprise yang kondusif untuk kesejahteraan individu,
sedangkan dalam skala kecil dapat membantu keluarga berpendapatan rendah dan
pelaku usaha kecil maupun mereka yang bekerja di sector informal secara efektif
dalam pasar.
5.1.1
Menunjang Budaya Enterprise/ Usaha untuk Mengangkat Kemajuan Sosial
Pendekatan
individualis akan efektif apabila terdapat perekonomian yang kuat yang dapat
memberikan kesempatan perorangan untuk berfungsi sebagai actor ekonomi yang
rasional. Pendekatan ini juga menggambarkan bahwa individu hanya dapat memenuhi
kebutuhan mereka dan keluarga jika tersedia pekerjaan, kesempatan untuk
berwiraswasta dan berinvestasi. Oleh sebab itu strategi individu berpendapat
bahwa budaya enterprise yang positif
harus diciptakan oleh pemerintah dan badan lain dalam mendorong usaha individu.
Para
pendukung teori ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pertama menunjuk keadaan
dalam mencapai budaya enterprise maka dibutuhkan pengurangan keterlibatan
pemerintah pada ekonomi, denasionalisasi, deregulasi serta privatisasi untuk
mendukunh budaya perbibisnisan dan pertumbuhan di berbagai Negara berkembang.
Kedua, pandangan yang menekankan peranan pmerintah dalam menciptakan kondisi
untuk menunjang usaha, penciptaan lapangan pekerjaan, dan perkembangan ekonomi
yang cepat. Selanjutnya, pemerintah juga harus menciptakan institusi yang
dibutuhkan untuk mengangkat budaya enterprise tersebut.
Institusi
yang dimaksud tersebut, dapat merujuk terhadap kapasitas masyarakat local untuk
mengorganisir diri dengan menciptakan
asosiasi skala kecil yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan melebarkan
kesempatan untuk berinteraksi. Selain itu, institusi tersebut juga dapat
diartikan adanya organisasi formal untuk mengangkat usaha modernisasi ekonomi.
Lebih lanjut, penciptaan institusi enterprise prise tersebut lebih menekankan
terhadap keterampilan yang berhubungan dengan manajemen dan cara kerja
organisasi. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, pandangan kedua ini
lebih menekakankan bahwa individu dapat mengangkat kesejahteraannya sebagai
actor ekonomi yang mandiri apabila pemerintah menciptakan institusi yang akan
memfasilitasi efesiensi mereka dalam penggunaan pasar.
5.1.2
Mengangkat Usaha Kecil untuk Rakyat yang
Membutuhkan
Pembangunan
sosial individualistic dapat dilakukan apabila pemerintah menciptakan kondisi
yang kondusif untuk memunculkan usaha skala kecil yang memberikan kesempatan
kepada orng miskin untuk mengumpulkan sumber mereka yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan. Menurut Ernest Schumacher dan George McRobbie berpendapa
bahwa masalah hutang dapat dihindari lewat pembangunan usaha kecil. Apabila
individu dapat membangun usaha kecil, perekonomian akan tumbuh sesuai melalui
usaha local pada investasi eksternal sehingga hal ini akan mendukung munculnya
budaya usaha yang dinamis. Oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendekatan
ini, akan memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk dapat
berpartisipasi secara efektif dalam pasar dan meningkatkan kesejahteraan
mereka dengan usaha sendiri.
Ketertarikan
terhadap usaha kecil sebagai mekanisme pembangunan sosial dimulai dengan mengidentifikasi
berbagai sector informal. Menurut ILO dalam Midgley mengklaim bahwa sector
informal memberikan kesempatan kepada individu untuk menerapkan keterampilan
usahanya,menciptakan penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan. Selain itu
sector informal juga sering disebut sebagai ekonomi yang tidak resmi karena
sector yang tidak memiliki regulasi. Sector informal tersebut terdiri dari
usaha bermacam-macam dari bentuk layanan yang mudah, termasuk aktifitas seperti
pengemis atau pemulung.
Berdasarkan
pernyataan di atas tentang sector informal, maka pendukung pendekatan
individualis mendesak pemerintah untuk mengadopsi cara-cara yang mendukung dan
menguatkan usaha kecil unttuk menunjang pembangunan ekonomi dan pembangunan
sosial. Sector usaha kecil tersebut akan
memberikan kesempatan bagi orang mskin untuk terlibat pada aktivitas ekonomi
produktif. Hal ini ditunjukkan bahwa adanya sector informal akan lebih menyerap
tenaga kerja dan cenderung menciptakan pekerjaan baru disbanding dengan usaha
skala besar yang lebih memilih mengganti tenaga kerja dengan teknologi.
Selain
itu, cara untuk mendorong sector informal dapat dilakukan dengan cara
pemerintah memperlonggar pembatasan terhadap sector informal dengan cara
mempermudah hukum danregulasi yang diberikan terhadap sector informal.
Selanjutnya cara yang dapat digunakan untuk mendorong sector informal antara
lain : peningkatan kredit untuk usaha
kecil, membangun infrastruktur seperti daerah industri dan pasar, memberikan pelatihan
manajemen bagi pengusaha kecil dan menyediakan layanan yang luas dan membantu
bisnis kecil mulai dari desain produk, perencanaan maupun pemasaran.
6. Jim, Ife dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development (Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M. Nur Syahid, Penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Buku Community Development ini menawarkan
tentang jalan keluar dari kedua krisis (berupa krisis ekologis dan keadilan
sosial/HAM) yang dihadapi dalam melaksanakan alternatif-alternatif pembangunan
berbasis masyarakat. Buku ini juga
menjelaskan 26 prinsip pengembangan masyrakat yang dapat digunakan untuk
menilai apakah suatu kegiatan memperbaiki atau memperburuk masyarakat.
Teori
dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian dapat dijelaskan dalam
sub bab dibawah ini;
6.1
Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi dalam Ife ( 2008: 423) merupakan pengembangan
pendekatan alternatif yang berupaya merelokasikan aktivitas ekonomi dalam
masyarakat agar dapat mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan untuk
merevitalisasi masyarakat local serta memperbaiki kualitas kehidupan. Pengembangan
ekonomi masyarakat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : pertama, pengembangan ekonomi masyarakat
yang konservatif. Kedua, pendekatan yang lebih radikal yaitu berupaya
mengembangkan ekonomi berbasis masyarakat alternative. Di bawah ini merupakan penjelasan
terperinci mengenai dua kategori pengembangan ekonomi di atas.
6.1.1 Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Konservatif
Pengembangan ekonomi menggunakan pendekatan yang lebih konservatif
berupaya mengembangkan aktivitas ekonomi masyarakat sebagian besar dalam
parameter konvensional. Pengembangan ini terdiri dari tiga bentuk sebagai
berikut :
1. Menarik
Industri
Pendekatan
konservatif yang berupaya untukmenemukan cara-cara baru membuat masyarakat
tersebut dapat berpartisipasi secara lebih dalam kegiatan ekonomi (ekonomi mainstream) dengan cara menghimpun
inisiatif. Pendekatan ini berusaha untuk mencoba menarik industri baru ke
wilayah local dengan memberikan lingkungan yang bagus untuk berinvestasi. Namun
masalah yang terjadi apabila menggunakan pendekatan ini adalah industri
bersifat dinamis dimana industri akan terus berpindah-pindah mengikuti keadaan
pasar.
2. Memulai
Industri Lokal
Pendekatan
ini menekankan terhadap potensi yang dimiliki apabila menggunakan sumber daya,
inisiatif, dan tenaga ahli local untuk membangun industri local baru yang akan
dimiliki dan dijalankan oleh orang-orang yang berada di masyarakat local. Maka
pendekatan ini akan melibatkan pemanfaatan kekayaan sumber daya local, bakat,
minat, keahlian, beserta penaksiran keuntungan-keuntungan alam dari loaklitas
tertentu dan kemudian memutuskan apa jenis industri baru yang mungkin berhasil.
Selanjutnya masyarakat local yang memiliki ide-ide bisnis baru dapat dibantu
dalam mewujudkan ide-ide tersebut mellaui bantuan keuangan dan dengan saran
mengenai cara-cara mengelola usaha kecil. Menurut Dauncey dalam Ife
(2008:425-426) pengembangan ekonomi
tersebut dapat dicapai dengan pembelanjaan yang relative sedikit dengan
memperhitungkan sumber daya yang ada di wilayah tersebut dan berfungsi sebagai
katalisator untuk mengubah ide-ide menjadi kenyataan. Dalam pengembanagn
ekonomi masyarakat, apabila industry local mencapai keberhasilan maka yang
harus diperhatikan adalah poin-poin berikut :
a. Inisiatif-inisiatif
dalam industry tersebut masih didasarkan pada system ekonomi mainstream, sehinggan hal tersebut masih
dalam kategori problem bukan solusi
b. Apabila
industry local berhasil maka logika system ekonomi tersebut tumbuh dan menuntut
industry tersebut untuk tumbuh, bersaing, dan memperluas cakupan bisnisnya.
Jika industry tersebut semakain sukses maka kemungkinan akan diambil alih oleh
pemain-pemain yang lebih kuat
c. Keuntungan
yang diperoleh masyarakat akan berkurang jika terjadi perluasan industry local
Akan
tetapi hal-hal di atas dapat diantisipasi, apabila industry local memiliki
identitas local yang jelas seperti industry kerajinan yang berbasis terhadap
budaya dan tradisi local atau industry yang mengambil keuntungan dari
fitur-fitur local yang unik seperti restoran di lokasi yang indah.
3. Pariwisata
Pariwisata
merupakan sumber daya yang potensial dalam mendatangkan penghasilan dan sebagai
industry yang tidak menimbulkan polusi
serta dapat mendukung terbukanya tenaga kerja. Melalui hal tersebut maka
banyak masyarakat yang berusaha memecahkan problem-problem ekonomi dengan
membentuk dewan wisata dan menciptakan pasar pariwisata atau memperluas yang
sudah ada. Tujuan strayegi ekonomi tersebut adalah :
a. Menarik
wisatawan yang lebih banyak untuk dating ke masyraakat tersebut
b. Untuk
mendorong wisatawan selama mungkin untuk tinggal di wilayah local
c. Untuk
membuat mereka membelanjakan uang sebanyak mungkin ketika mereka berada di
tempat wisata tersebut
Di lain sisi strategi
pariwisata diharapkan mampu menjaab permasalahan ekonomi, namun dalam strategi
ini juga menimbulkan berbagai problem seperti :
a. Pariwisata
tidak menjamin masa depan ekonomi seperti yang mungkin diharapkan karena
keinginan wisatawan yang hanya ingin bekeliling tempat wisata saja, sedikitnya
jumlah wisatawan, dan sedikitnya wisatawan yang membelanjakan uang mereka
b. Pariwisata
bersifat eksploitatif sehingga memungkinkan menimbulkan efek yang membahayakan
terhadap struktur masyarakat dan sebagai penghancur terhadap pariwisata
masyarakat local.
6.1.2 Pengembangan Ekonomi Masyarakat Radikal
Pendekatan ekonomi ini menghendaki masyarakat menjadi lebih
tergantung terhadap sumber dayanya sendiri, dan menyatakan bahwa kebijaksanaan
ekonomi konvensional sering mengakibatkan sumber daya kurang dihargai dan
dimanfaatkan. Perspektif ini menjamin nilai surplus dari produktivitas local
berada dalam masyarakat yang menciptakannya bukan dipindahkan ke masyrakat
lain. Bentu-bentuk pengembangan ekonomi
masyarakat radikal sebagai berikut:
a.
Koperasi
Pendirian koperasi
merupakan salah satu cara yang dapat dicapai dan terbukti efektif di berbagai
lokasi dalam usaha pengemnbangan perekonomian. Koperasi memiliki potensi untuk
memperkuat solidaritas masyarakat.
b.
Bank Masyarakat dan Credit Unions
Bank nasional atau
transnasional merupakan bank yang beroperasi untuk kepentingan kapitalis
transnasional sehingga bank-bank ini tidak selalu ditempatkan secara strategis
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat local. Akan tetapi bank-bank tersebut
memberikan mekanisme penting untuk memindahkan laba dari masyrakat local dan
penguasaan ekonomi local oleh kekuaatan-kekuatan eksternal. Menanggapi hal
tersebut maka masyraakat membentuk perbankan local sehingga masyarakat tersebut memiliki penguaan yang
lebih besar atas ekonomimnya. Cara
tersebut memberikan control terhadap masyarakat local , seperti jenis usaha
yang seharusnya mendapatkan pinjaman modal, penjadwalan hipotek bagi bank-bank
yang tidak mampu membayar suku bunga atas invesrasi.
Sedangkan credit unions merupakan sekelompok orang
yang sepakat untuk menanamkan unag mereka secara bersama-sama dan memberikan
pinjjaman kepada anggotanya.
c.
LETS
LETS merupakan nama
skema berbasis masyarakat yang menciptakan mata uang alternative berbasis
masyarakat yang membuat mata uang alternative berbasis masyarakat. Pendekatan
ini berusaha untuk memformalkan ekonomi transaksi local dengan menciptakan mata
uang masyarakat. Keuntungan potensial yang dapat diperole dari LETS adalah:
orang-orang dapat melakukan transaksi ekonomi meskipun tidak memiliki
penghasilan rutin; menghargai kontribusi apa pun yang diberikan orang-orang
terhadap masyarakat; orang-orang dapat membeli meskipun tidak memiliki uang;
dan memperkuat solidaritas.
7. Jamaludin, A. N. 2015. Sosiologi Perkotaan (Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya). Yogyakarta: CV Pustaka Setia
7.1 Konsep Sektor Informal
Menurut Jan Bremen
dalam Jamaludin (2015: 282), sector informal adalah mereka yang berada di luar kelompok tenaga kerja formal. Hal ini berarti sector
informal lebih ditekankan terhdap mereka
yang telah lulus kuliah. Kemudian menurut Hans Dieter Eyers menganologikan
bahwa sector informal sebagai ekonomi bayangan . Ekonomi bayangan
merupakan ekonomi yang tidak mengikuti
aturan-aturan pemerintah. Kegiatan ekonomi bayangan ini berupa kegiatan ekonomi
yang bergerak dalam unit-unit kecil sehingga dapat dipandang efesien dalam
memberikan pelayanan.
Sektor informal
dipertegas dalam buku ini sebagai unit-unit usaha yang tidak memperoleh
proteksi pemerintah dan sector ini tidak mempergunakan bantuan atau fasilitas
pemerintah meskipun bantuan telah tersedia. Jadi kriteria adanya accessibility tusaha sektor erhadap
fasilitas yang disediakan pemerintah dipakai sebagai ukuran untuk membedakan
sector formal dan informal.
7.2 Ciri-ciri
Sektor Informal
Menurut
Todaro dalam Jamaludin (2015:283), sector informal memiliki beberapa ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Sebagian
besar memiliki produksi yang berskala kecil, aktivitas jasa yang dimiliki oleh
perseorangan atau keluarga, dan dengan menggunakan teknologi yang sederhana
b. Umumnya
para pekerja bekerja sendiri dan sedikit yang memiliki pendidikan formal
c. Produktivitas
pekerja dan penghasilannya cenderung lebih rendah daripada sector formal
d. Para
pekerja di sector informal tiadak dapat menikmati perlindungan seperti yang
didapat di sector formal dalam bentuk jaminan kelangsungan kerja, kondisi kerja
yang layak , dan jaminan pensiun
e. Kebanyakan
pekerja yang memasuki sector informal adalah pendatanf dari desa yang tidak
mendaptakan kesempatan bekerja di sector formal
f. Motivasi
mereka umumnya mendapatkan penghasilan bertujuan untuk bertahan hidup, bahkan
untuk mendapatkan keuntungan, dan hanya mengandalkan sumber daya yang ada pada
mereka untuk menciptakan pekerjaan
g. Kebanyakan
dari mereka menempati gubug-gubug yang dibuat sendiri di kawasan kumuh dan
permukiman liar yang umumnya belum tersentujh pelayanan jasa, seperti :
listrik, air, transportasi, kesehatan, dan pendidikan.
Sedangakan
menurut Widodo dalam Jamaludin (2015: 284) menyatkan bahwa ciri-ciri sector
infprmala dalaha sebagai berikut:
a. Kegiatan
usaha yang tidak terorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak
menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sector formal
b. Pada
umunya tidak mempunyai izin
c. Pola
kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam segi arti lokasi maupunjam kerja
d. Kebijaksanaan
pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai sector ini
e. Satuan
usaha yang mudah masuk dan keuar dari subsector yang satu ke subsector yang
lain
f. Teknologi
yang dipakai masih bersifat sederhana
g. Modal
dan perputaran usaha relative kecil sehingga skala operasinya kecil
h. Untuk
menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan
diperoleh dari pengalaman kerja
i.
Satuan usaha termasuk dalam
golongan one man enterprises dan jika memperkerjakan buruh umumnya bersal
dari keluarga
j.
Sumber dan modal usaha umumnya berasal
dari tabungan atau dari lemabga yang tidak resmi
k. Hasil
produksi atas jasa tertentu dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa yang
berpenghasilan rendah dan terkadang berpenghasilan menengah.
8. Tabunan, Tulus SH. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting. Jakarta : LP3ES
8.1 Konsep dan Definisi UMKM
UMKM dalam Tabunan
(2012:11) merupakan unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sector ekonomi. UMKM terdiri
dari tiga jenis yaitu Usaha Mikro (UMI), Usaha Kecil (UK) , dan Usaha Menengah
(UM). Lebih lanjut di Indonesia, ketentuan UMKM di atur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 , pasal 1 dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa UMI
adalah usaha produktif milik orang –pereorangan adan/ atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria UMI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
tersebut. Kemudian UK adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langdung
atau tidak langsung dari UB atau UM.
Sedangkan UM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri , yang
dilakukan oleh orang-perorangan tau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki , dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung atau tidak langsung dari UMI, UK, atau UB.
Di dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, juga dijelaskan tentang kriteria UMKM
yang terkandung dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai asset,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat kerja,atau hasil penjualan tahunan.
Berdasarkan kriteria tersebut maka UMI adalah unit usaha yang memiliki nilai
asset paling banyak Rp 50 juta, atau dengan hasil penjualan tahunan paling
besar Rp 300 juta; UK memiliki nilai asset antara Rp 50 juta sampai dengan
paling banyak Rp 500 juta, atau memiliki pengahsilan penjualan tahunan lebih
dari Rp 300 juta hingga maksimum Rp 2,5
milyar; dan UM adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih Rp 500 juta
hingga paling banyak Rp 10 Milyar, atau memiliki penjualan tahunan di atas Rp
2,5 milyar sampai paling Rp 50 milyar.
Selain hal di atas,
Departemen Perindustrian dan Badan Pusat Statistik menentukan UMI, UK, UM
berdasarkan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan unit-unit usaha
tersebut. Menurut BPS UMI adalah unit usaha yang memiliki jumlah pekerja
tetap 4 orang; UK antara 5 dan 19
pekerja; dan UM dari sampai dengan 99 orang.
8.2 Kakarteristik UMKM
Karaktersitik-
karakteristik UMKM yang meliputi UMI, UK dan UM termuat dalam table
sebagai berikut (Jamaludin, 2012 : 7) :
No
|
Aspek
|
UMI
|
UK
|
UM
|
1
|
Formalitas
|
Beroperasi di sector informal; usaha
tidak terdaftar; tidak/jarang bayar pajak
|
Beberapa beroperasi dio sector formal;
beberapa tidak terdaftar
|
Semua di sector formal ; terdaftar dan
bayar pajak
|
2
|
Organisasi & manajemen
|
Dijalankan oleh pemilik; tidak ada
pembagian kerja internal (ILD),
manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), system pembukuan formal (ACS)
|
Dijalankan oleh pemilik; tidak ada
pembagian kerja internal (ILD),
manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), system pembukuan formal (ACS)
|
Banyak yang mengerjakan manajer
professional dan menerapkan ILD, MOF, ACS
|
3
|
Sifat dan kesempatan kerja
|
Kebanyakan menggunakan anggota
keluarga tidak dibayar
|
Beberapa memakai tenaga kerja yang
digaji
|
-
Semuanya memakai tenaga kerja
digaji
-
Semua memiliki system perekrutan
formal
|
4
|
Pola/sifat dari proses produksi
|
Derajat mekanissai sangat rendah
/umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah
|
Beberapa memakai mesin-mesin terbaru
|
Banyak yang mempunyai derajat
mekanisasi yang tinggi/mempunyai akses terhadap teknologi tinggi
|
5
|
Orientasi pasar
|
Umumnya menjual ke pasar loak untuk
kelompok berpendapatan rendah
|
Banyak yang menjual ke pasar domestic
dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas
|
Semua
menjual ke pasar domestic dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke
atas
|
6
|
Profil ekonomi & sosial dari
pemilik usaha
|
Pendidikan rendah & dari rumah
tangga miskin; motivasi utama survival
|
Banyak berpendidikan baik dan rumah
tangga non miskin; banyak yang bormotivasi bisnis (profit)
|
Sebagian besar berpendidikan baik dan
dari RT makmur; motivasi utama profit
|
7
|
Sumber-sumbet dari bahan baku dan
modal
|
Kebanyakan memakai bahan baku local
dan uang sendiri
|
Beberapa memakai bahan baku impor dan
mempunyai akses ke kredit formal
|
Banyak yang memakai bahan baku impor
dan mempunyai kases ke kredit formal
|
8
|
Hubungan-hubungan eksternal
|
Kebanyakan tidak memiliki akses ke
program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan bisnis dengan UB
|
Banyak memiliki akses ke
program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan bisnis dengan UB
|
Sebagian besar memiliki akses ke
program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan bisnis dengan UB
|
9
|
Wanita Pengusaha
|
Rasio dari wanita terhadap pria
sebagai pengusaha sangat tinggi
|
Rasio dari wanita terhadap pria
sebagai pengusaha cukup tinggi
|
Rasio dari wanita terhadap pria
sebagai pengusaha sangat rendahi
|
Komentar
Posting Komentar