Review Buku

 

1.      Huda, Miftahul. 2008. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Buku ini berisi tentang rangkuman secara utuh dasar-dasar ilmu pekerjaan sosial yang mencakup : definisi pekerjaan sosial; kesejahteraan sosial; niali dam etika pekerjaan sosial; assessment dalam pekerjaan sosial; dan metode dalam pekerjaan sosial.
Teori dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian  dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
1.1  Kesejahteraan Sosial
            Menurut James Midgley dalam Miftahul Huda (2008:72) kesejahteraan sosial merupakan suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama, sebagai berikut :
a.       Ketika masalah sosial dapat dimenej dengan baik
b.      Ketika kebutuhan terpenuhi
c.       Ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal
Kemudian kesejahteraan sosial berdasarkan hasil Pre-Conference Working for the 15 th International Conference Working of Social Welfare (Sulistiati, 2004: 25 ) dalam Miftahul Huda (2008: 73) menyatakan bahwa :
Social Welfare all the organized social arrangements which have as their direct and primary objective the well being of people in social context. It includes the broad range of policies and services which are concerned with various aspects of people live their income , security, healt, housing, education , recreation, cultural tradition, etc.
(Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan kontek sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti : pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi budaya dan lain sebagainya)”

Selain itu kesejahteraan dalam konteks Negara Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009  tentang Kesejahteraan Sosial , Pasal 1 ayat 1  menyebutkan :
“Kesejahteraan sosial ialah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”

Pernyataan di atas menunjuk bahwa kesejahteraan sosial merupakan kondisi yang ideal dimana menunjuk terhadap keseimbangan antara aspek sosial, material dan spiritual yang harus dipenuhi oleh individu, kelompok, maupun masyarakat  serta keadaan tersebut dapat dipenuhi dalam berbagai cara, seperti melalui pelayanan maupun kebijakan sosial.

2.      Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung : PT Refika Aditama

Isi buku ini berdasakan perspektif pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial, sehingga buku ini berargumen bahwa gerakan membangun dan memberdayakan masyarakat memerlukan pendekatan holistic yang mempertimbangkan isu-isu local dan global. Di dalam buku ini menjelaskan tentang konsepsi pembangunan kesejahteraan dan pekerjaan sosial. Selain itu, buku ini juga mengkaji isu-isu strategis mengenai bagaimana membangun dan memberdayakan rakyat secara partisipasis, dinamis dan sekaligus multidimensional.
Teori dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian  dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
2.1  Konsep Kesejahteraan Sosial
Menurut PBB dalam Suharto (2005:1) memberi batasan bahwa kesejahteraan sebagai kegiatan-kegiatan terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Hal ini berarti kesejahteraan sosial merupakan institusi atau bidang kegiatan melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pemerintah atau swasta guna mencegah , mengatasi, atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan meningkatkan kualitas hidup individu, kelompok maupun masyarakat.
Lebih lanjut lagi, konsep kesejahteraan sosial  memiliki tiga konsepsi sebagai berikut (Suharto, 2005:2) :
1)      Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera yaitu terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial.
2)      Institusi, arena tau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial
3)      Aktivitas yaitu suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera
2.2  Pengembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat adalah salah satu salah satu metode pekerjan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Menurut Jack Rothman dalam Suharto (2005:42), menyatakan bahwa terdapat tiga model pengembangan masyarakat yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pengembangan masyarakat lokal merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisiasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Model pengembangan ini berasumsi bahwa anggota masyarakat tidak dipandang sebagai system klien yang bermasalah akan tetapi lebih menekankan sebagai masyrakat yang unik dan memilki potensi akan tetapi potensi tersebut belum mampu dikembangkan. Pengemabangan masyarakat local ini berorientasi terhadap tujuan proses (process goal), hal ini berarti setiap angota masyrakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Metode yang digunakan dalam pengembangan masyarakat lolak ini adalah kepemimpinan local, peningkatan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat.
Kedua, perencanaan sosial mengarah terhadap suatu proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapakan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja. Model kedua ini berbeda dengan model pertama, dimana model ini berorientasi pada tujuan tugas (task goal). Hal ini berarti perencanaan sosial berasumsi bahwa masyarakat merupakan system klien yang mana mereka merupakan kelompok-kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) atau kelompok rawan sosial-ekonomi.
Ketiga, aksi sosial yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber (distribution of resource), da pengambilan keputusan (distribution of decision making). Pendekatan aksi sosial didasrai bahwa masyarakat merupakan sistem klien yang sering menjadi korban ketidakadilan struktur. Hal ini menyebabkan bahwa aksi sosila lebih berorientasi terhadap tujuan proses dan tujuan hasil dimana masyarakat diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan dan tindakan actual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih demokaratis , kemerataan dan keadilan.
2.3  Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menekankan terhadap kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah untuk memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, menjangkau sumber-sumber produktif sehingga mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memproleh barang maupun jasa yang diperlukan, serta dapat ikut serta dalam proses pembangunan maupun pengambilan keputusan.
Selain itu Payne (1997:2006), mengemukakan bahwa pemberdayaan intinya ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosal dalam melakukna tindakan.
Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakn daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan. Kemudian beberapa ahli juga mengemukakan mengenai definisi pemberdayaan yang dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan sebaga berikut :
·         Pemberdayaan bertujuan  untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995)
·         Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan man orang menjadi cukup kuat untuk berpartisioasi dalam berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.
·         Pemberdayaan menunujuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial
·         Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat , organisasi , dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.
Dalam hal ini pemberdayaan merupakan suatu proses dan tujuan. Pemberdayaan sebagai proses merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat maupun individu yang mengalami kemiskinan. Sedangkan pemberdayaan sebagai tujuan merujuk terhadap keadaan atau hasil yang ingin dicapai perubahan sosial yaitu masyarakta yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara fisik, ekonomi maupun sosial.
1.3.1                       Strategi Pemberdayaan
Strategi pemberdayaan dalam konteks Ilmu Kesejahteraan Sosial dapat dilakukan melalui tiga aras yaitu :
Pertama, Aras Mikro yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utama dalam pemberdayaan ini adalah untuk membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Kedua, Aras Mezzo  yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok orang dimana pemberdayaan ini dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Teknik yang dilakukan pemberdayaan ini melalui pendidikan dan pelatihan, maupun dinamika kelompok dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterrampilan, dan sikap-sikap klien agra memiliki kemampuan memecahkan permasalahn yang dihadapi. Ketiga, Aras Makro atau biasa disebut sebagai strategi system besar karena sasaran perubahan diarahakan pada system lingkunagn yang lebih luas. Teknik yang digunakan yaitu perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian dan management konflik. (Suharto : 66-67)
Lebih lanjut pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dilakukan melalui penerapan pendekatan pemberdayaan sebagai berikut :
a.       Pemungkinan yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyrakat berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan msayarakt dari sekat-sekat kultural.
b.      Penguatan yaitu memperkuat pengetahuan dan kemmapuan yang dimiliki masyrakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya
c.       Perlindungan yaitu pemberdayaan harus mampu melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemaha agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaunagan yang tidak seimbang anatara yang kuata dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok luat terhadap kelompok lemah
d.      Penyokongan merupakan cara memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranana dan tugas-tugas kehidupannya
e.       Pemeliharaan adalah memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbnagan distribusi kekuasaan anatara berbagai kelompok masyarakat. (Suharto : 67-68)
1.3.2                    Kelompok Lemah dan Ketidakberdayaan
Tujuan pemberdayaan daah memperkuat masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan baik secara internal maupun eksternal. Di bawah ini terdapat beberapa kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok lemah atau tidak berdaya meliputi:
·         Kelompok lemah secara structural yaitu orang yang lemah berdasarkan kelas, gender, maupun etnis.
·         Kelompok lemah khusus seperti manula, anak-anak , remaja, disabilitas, gay, lesbian dan masyarakat terasing
·         Kelompok lemah secara personal yaitu mereka yang mengalami masalah pribadi
Sedangkan ketidakberdayaan menurut Sennet, Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam Suharto (2005:61) disebabkan oleh beberapa factor seperti : ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya ketegnagan fisik maupun emosional. Berbeda dengan Kieffer (1984:9) yang menyatakan bahwa ketidakberdayaan merupakan hasil dari pembentukan interaksi terus-menerus antara individu dan lingkungan yag meliputi kombinasi antara sikap penyalahan-diri sendiri , perasaan tidak dipercaya , keterasingan dari sumber-sumber sosial dengan perasaan tidak mampu dalam perjuangan politik.
2.4  Pendampingan Sosial
Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosila di mana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan.  Dalam proses tersebut dibutuhkan pendamping sosial yang bertugas sebagai agen perubahan yang ikut membantu memecahkan persoalan masyarrakat. Berdasarkan hal tersebut, pendampingan sosial merupakan interaksi dinamis anatra kelompok miskin dan agen perubahan untuk bersama-asam menghadapi tantangan seperti :
·         Merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi
·         Memobilisasi sumber daya setempat
·         Memecahkan masalah sosial
·         Menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan
·         Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan (Suharto, 2005:93-94)
Kemudian Payne dalam Suharto (2005:94) menyatakan bahwa prinsip utama pendampingan sosial adalah “making the best of the client’s resources”. Hal ini berarti klien dan lingkungannya dipandang sebagai system sosial yang memiliki kekuatan positif dan bermanfaat bagi proses pemecahan masalah. Selain itu, pendampingan sosial dilakukan berpusat terhadap empat bidang fungsi sebagai berikut :
Pertama pemungkinan atau fasilitasi merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Dalam fungsi ini agen perubahan bertugas dalam hal mediasi atau negoisasi, membangun consensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. Berkaitan dengan tugas ini agen perubahan  berusaha untuk memobolisasi dan mengkoordinasikan sumber yang dibutuhkan masyarakat agar bisa dijangka mereka. Sumber sendiri merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan agen perubahan dan masyarakat dalam memecahkan masalah. Sumber dapat berupa personal, interpersonal dan sumber sosial.
Kedua fungsi penguatan yaitu berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman serta bertukar gagsan dan pengalaman dengan masyarakat. Berkaitan dengan fungsi penguatan ini maka tugas agen perubahan yaitu membangkitkan kesdaran masyarakat, menyampaikan informas, melakukan konfrontasi, menyelenggarkan pelatihan bagi masyrakat.
Ketiga fungsi perlindungan yaitu berkaitan dengan interkasi antra pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal demi kepentingan masyarakat yang mendapat dampingan. Dalam hal ini agen berubahan bertugas untuk mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media,meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja. Fungsi perlindungan mencakup tugas agen perubahan sebagi konsultan, orang yang biasa diajak berkonsultasi dalam proses pemecahan masalah.
Keempat, fungssi pendukungan yaitu mengacu terhadap aplikasi ketrampilan yang bersifat praktis yang dapat mendukung terjadinya perubahan dalam masyrakat. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi manajer perubahan yang mengorganisasi kelompok , melainkan juga melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan ketrampilan dasar seperti melakukan analisa sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin realasi, bernegoissai, berkomunikasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.
1.4.1                    Keberfungsian Sosial
Keberfungsian sosial merupakan kepabilitas individu atau kelompok dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya. Kemudian Barker, Dubois an Miley dalam Suharto (2005:146) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.  Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa manusia merupakan subjek dari segenap proses dan aktivitas kehidupannya. Hal ini berarti manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pemberian pertolongan. Manusia seharusnya memiliki akses dalam menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada disekitar mereka.
Kemudian langkah-langkah yang dilakukan agen perubahan dalam meningkatkan keberfungsian sosial sebagai berikut ( Suharto, 2005:27-28) :
a.       Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya
b.      Menghubungkan orang dengan system dan jaringan sosial yang memungkinkan mereka menjangkau atau memperoleh berbagai sumber, pelayanan dan kesempatan
c.       Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan pelayanan sosial secara efektif, berkualitas dan berkemanusiaan
d.      Merumuskan dan mengembangkan peraturan hukum dan peraturan yang mampu menciptaka  situasi yang kondusif bagi tercapainya kemerataan ekonomi dan keadilan sosial.

3.       Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyrakat (Model & Strategi Pengembangan Masyrakat). Bandung : Humaniora

Isi buku ini membahas tentang konsep teoritik mengenai permasalahan sosial dan kesejahteraan sosial pembangunan. Namun buku ini lebih menekankan terhadap metodologi pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dan teknologi pengembangan masyarakat.
Teori dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian  dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
3.1  Pemberdayaan Masyarakat
Soetarso (2003) dalam Huraerah (2011:96) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat pada haikikatnya mempunyai dua pengertian yaitu : pertama  peningkatan kemmapuan, motivasi, peran dan semua unsur masyarakat agar dapat menjadi sumber yang langgeng untuk mendukung semua bentuk usaha kesejahteraan sosial. Unsur masyarakat yang dapat digunakan sebagai sumber ini adalah :
a.       Semua warga masyarkat yang aktif dan mengabdikan diri di bidang usaha kesejahteraan sosial baik secara perseorangan, kelompok maupun organissai.
b.      Semua warga msayarakat baik perseorangan maupun kelompok atau oragnissai yang belum aktif mengabdikan diri di bidang usaha kesejahteraan sosial karena berbagai hal berikut :
-          Tidak mengerti masalah sosial dan pengaruhnya dalam masyrakat
-          Tidak mengerti tentang usaha kesejahteraan sosial,  masalah sosial, dan pengaruhnya serta tentang usaha kesejahteraan sosial, tetapi tidak mengetahui di mana dan bagaimana cara memberikan bagaimana cara memberikan bantuan
-          Pernah membnatu tetapi kecewa atau dikecewakan
Kedua, pemanfaatan sumber masyarakat yang telah ditingkatkan kemampua, motivasi dan perannya, dimana hal ini berkaitan dengan hal-hal berikut :
a.       Pemahaman lingkungan
b.      Pemberian informasi
c.       Dramatisasi masalah
d.      Penggalangan dukungan
e.       Pengembangan momentum
f.       Penyedian tempat atau lahan pengabdian
g.      Pelatihan dan pengembangan
Kemudian menurut Sunyoto Usman dalam Huraerah (2011:100) pemberdayaan masarakat adalah suatu proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self-reliance atau kemandirian. Melalui proses ini masyarakat didampingi untuk membuat anlisis masalah yang dihadapi, dibantu untuk menemukan alternative solusi msalah tersebutserta diperlihatkan strategi memanfaatkan berbagai resource yang dimiliki dan s dikuasai.
Lebih lanjut menurut pandangan Kartasasmita (1997:11-12)  dalam Huraerah (2011:100) memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang masa sekarang tidak mampu melepaskan siri dari kerangka kemiskinan dan keterbelakangan. Oleh sebba itu, upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan dengan :
a.       Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
b.      Upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
c.       Pemberdayaan hbukan hanya meliputi penguatan anggota masyarakat, tetapi juga pranta-pranatanya.
d.      Meningkatkan partisipasi masyrakat dalam pengambilan keputusan
e.       Memberdayakan berarti melindungi yaitu upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
3.2  Tingkatan Pemberdayaan
Menurut Susiladiharti dalam Huraerah (2011:103), secara bertingkat keberdayaan masyrakat dapat digambarkan sebagai berikut :
a.       Tingkat keberdayaan pertama adalah terpenuhinya kebutuhan dasar (basic need)
b.      Tingkat keberdayaan kedua yaitu penguasaan dan akses terhadap berbagai system dan sumber yang diperlukan
c.       Tingkat jkeberdayaan ketiga dalah dimilikinya kesadaran penuh akan berbagai potensi , kekuatan, kelemahan diri dan lingkungan
d.      Tingkat keberdayaan keempat adalah kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan yang lebih luas
e.       Tingkat keberdayaan kelima adalah kemampuan mengendalikan diri dan lingkungannya.

4.       (Wibhawa, B dkk. 2011. Social Entrepreneurship, Social Entreprise & Corporate Social Responbility. Bandung : Laboratorium  Kesejahteraan Sosial, FISIP-UNPAD

4.1              Konsep dan Teori Kewirausahaan Sosial
Menurut kelompok peneliti EMES dalam Wibhawa (2011:24) terdapat lima elemen sosial dalam kwirausahaan sosial yang meliputi hal sebagai berikut:
a.       An activity launched by a group of citizen
b.      Decision making power not based on capital ownership
c.       A participatory nature involving those affected by nature
d.      Limited profit distribution
e.       An explicit aim to benefit the community
            Berdasarkan lima elemen sosial di atas, hal ini berarti kewirausahaan sosial merupakan sebuah aktivitas yang diinisiasi dan dilakukan oeh warga, tingkat pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada kepemilikan modal, serta tujuan dan target yang jelas untuk menjadi bermanfaat.
            Kemudian lebih lanjut dalam Wibhawa (2011:25) spirit yang terkandung dalam kewirausahaan sosial adalah adanya upaya untuk memanfaatkan mental entrepreuneur ( mental inovatif, kerja keras , dan berani mengambil resiko) untuk sebesar-besarnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Hal ini berarti bisnis yang dijalankan berdasarkan mental kewirausahaan sosial tidak menekankan kesuksesannya terhadap kinerja keuangan melainkan manfat yang dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan kewirausahaan sosial menurut Light dalam Wibhawa (2011: 12) menyatakan bahwa kewirausahaan sosial adalah sebuah usaha untuk memecahkan masalah sosial yang saling berkaitan dan saling ketergantungan lewat perubahan-perubahan yang mendobrak pola-pola yang sudah ada.
4.2              Faktor-Faktor Pendorong Kewirausahaan Sosial
Faktor-faktor yang berpotensi mendorong berkembangnya kewirausahaan sosial dapat dikategorikan menjadi dua sisi yaitu suplay dan demand. Di bawah ini adalah adalah factor pendorong kewirausahaan sosial dari sisi suplay sebagai beikut:
a.       Meningkatnya kesejahteraan atau pendapatan perkapita secara umum maupun mobilitas sosial yang semakin meningkat
b.      Meningkatnya usia produktif dari manusia atau individu
c.       Secara kuantitatis jumlah pemerintah yang demokratis semakin meningkat
d.      Meningkatnya kekuasaan/daya jangkau/kekuatan penawaran dari perusahaan multinasional
e.       Tingkat pendidikan yang semakin baik
f.       Jaringan komunikasi yang semakin baik
Sedangkan dari sisi demand (tuntutan) , di bawah ini adalah hal-hal pendorong munculnya kewirausahaan sosial :
a.       Meningkatnya krisis di ranah lingkungan dan kesehatan
b.      Meningkatnya ketidakadilan ekonomi di masyarakat
c.       Kurangnya efesiensi pelayanan public
d.      Kemunduran atau berkurangnya peran pemerintah dalam ranah perdagangan bebas
e.       Meningkatnya peran-peran dari organisasi non pemerintah
f.       Kompetisi untuk mendapatkan sumber daya

5.      Midgley, J. 2005. Pembangunan Sosial Perspektif  Pembangunan Sosial dalam Kesejahteraan Sosial. Jakarta : Ditperta Depag RI

5.1              Pembangunan Sosial oleh Individu
Pandangan kesejahteraan dalam Midgley (2005:150) menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial akan lebih baik diangkat ketika para individu secara mandiri dapat melakukan minat mereka dan selanjutnya kesejahteraan mereka. Hal ini berarti kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dapat diangkat ketika para individu mengangkat kesejahteraan mereka. Pernyataan tersebutlah yang mendasari pendekatan individualis dan pendekatan enterprise terhadap pembangunan sosial. Namun pendekatan ini juga menolak paham bahwa tujuan pembangunan sosial dapat dicapai dengan meminta rakyat untuk mengambil tanggungjawab dalaam kesejahteraannya. Hal ini disebabkan sebagian besar pendukung pendekatan ini lebih menekankan bentuk intervensi berbasis pemerintah atau masyarakat.
Selain itu, pendekatan pembangunan sosial oleh individu ini mendesak bagaimana cara meningkatkan fungsi sosial individu,menciptakan kultur usaha yang lebih kuat dan memfasilitasi penggunaan pasar secara produktif bagi rakyat biasa. Oleh sebab itu,  pendekatan pembangunan sosial saat ini yaitu selain adanya penekanan terhadap bagaimana cara memenuhi kepentingan individu dalam ekonomi harus terdapat intervensi pemerintah maupun organisasi lain dalam mengangkat konteks pembangunan sosial dalam sebuah pasar ekonomi. Pola intervensi tersebut dalam skala besar dapat menciptakan kultur enterprise  yang kondusif untuk kesejahteraan individu, sedangkan dalam skala kecil dapat membantu keluarga berpendapatan rendah dan pelaku usaha kecil maupun mereka yang bekerja di sector informal secara efektif dalam pasar. 
5.1.1        Menunjang Budaya Enterprise/ Usaha untuk Mengangkat Kemajuan Sosial
Pendekatan individualis akan efektif apabila terdapat perekonomian yang kuat yang dapat memberikan kesempatan perorangan untuk berfungsi sebagai actor ekonomi yang rasional. Pendekatan ini juga menggambarkan bahwa individu hanya dapat memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga jika tersedia pekerjaan, kesempatan untuk berwiraswasta dan berinvestasi. Oleh sebab itu strategi individu berpendapat bahwa budaya enterprise yang positif harus diciptakan oleh pemerintah dan badan lain dalam mendorong usaha individu.
Para pendukung teori ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pertama menunjuk keadaan dalam mencapai budaya enterprise maka dibutuhkan pengurangan keterlibatan pemerintah pada ekonomi, denasionalisasi, deregulasi serta privatisasi untuk mendukunh budaya perbibisnisan dan pertumbuhan di berbagai Negara berkembang. Kedua, pandangan yang menekankan peranan pmerintah dalam menciptakan kondisi untuk menunjang usaha, penciptaan lapangan pekerjaan, dan perkembangan ekonomi yang cepat. Selanjutnya, pemerintah juga harus menciptakan institusi yang dibutuhkan untuk mengangkat budaya enterprise tersebut.
Institusi yang dimaksud tersebut, dapat merujuk terhadap kapasitas masyarakat local untuk mengorganisir diri dengan menciptakan  asosiasi skala kecil yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan melebarkan kesempatan untuk berinteraksi. Selain itu, institusi tersebut juga dapat diartikan adanya organisasi formal untuk mengangkat usaha modernisasi ekonomi. Lebih lanjut, penciptaan institusi enterprise prise tersebut lebih menekankan terhadap keterampilan yang berhubungan dengan manajemen dan cara kerja organisasi. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, pandangan kedua ini lebih menekakankan bahwa individu dapat mengangkat kesejahteraannya sebagai actor ekonomi yang mandiri apabila pemerintah menciptakan institusi yang akan memfasilitasi efesiensi mereka dalam penggunaan pasar.
5.1.2        Mengangkat Usaha Kecil untuk Rakyat yang Membutuhkan
Pembangunan sosial individualistic dapat dilakukan apabila pemerintah menciptakan kondisi yang kondusif untuk memunculkan usaha skala kecil yang memberikan kesempatan kepada orng miskin untuk mengumpulkan sumber mereka yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Ernest Schumacher dan George McRobbie berpendapa bahwa masalah hutang dapat dihindari lewat pembangunan usaha kecil. Apabila individu dapat membangun usaha kecil, perekonomian akan tumbuh sesuai melalui usaha local pada investasi eksternal sehingga hal ini akan mendukung munculnya budaya usaha yang dinamis. Oleh sebab itu mereka beranggapan bahwa pendekatan ini, akan memberikan kesempatan bagi masyarakat miskin untuk dapat berpartisipasi secara efektif dalam pasar dan meningkatkan kesejahteraan mereka  dengan usaha sendiri.
Ketertarikan terhadap usaha kecil sebagai mekanisme pembangunan sosial dimulai dengan mengidentifikasi berbagai sector informal. Menurut ILO dalam Midgley mengklaim bahwa sector informal memberikan kesempatan kepada individu untuk menerapkan keterampilan usahanya,menciptakan penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan. Selain itu sector informal juga sering disebut sebagai ekonomi yang tidak resmi karena sector yang tidak memiliki regulasi. Sector informal tersebut terdiri dari usaha bermacam-macam dari bentuk layanan yang mudah, termasuk aktifitas seperti pengemis atau pemulung.
Berdasarkan pernyataan di atas tentang sector informal, maka pendukung pendekatan individualis mendesak pemerintah untuk mengadopsi cara-cara yang mendukung dan menguatkan usaha kecil unttuk menunjang pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial.  Sector usaha kecil tersebut akan memberikan kesempatan bagi orang mskin untuk terlibat pada aktivitas ekonomi produktif. Hal ini ditunjukkan bahwa adanya sector informal akan lebih menyerap tenaga kerja dan cenderung menciptakan pekerjaan baru disbanding dengan usaha skala besar yang lebih memilih mengganti tenaga kerja dengan teknologi.
Selain itu, cara untuk mendorong sector informal dapat dilakukan dengan cara pemerintah memperlonggar pembatasan terhadap sector informal dengan cara mempermudah hukum danregulasi yang diberikan terhadap sector informal. Selanjutnya cara yang dapat digunakan untuk mendorong sector informal antara lain :  peningkatan kredit untuk usaha kecil, membangun infrastruktur seperti daerah industri dan pasar, memberikan pelatihan manajemen bagi pengusaha kecil dan menyediakan layanan yang luas dan membantu bisnis kecil mulai dari desain produk, perencanaan maupun pemasaran.

6.      Jim,  Ife dan Tesoriero, Frank. 2008. Community Development (Sastrawan Manullang, Nurul Yakin, M. Nur Syahid, Penerjemah). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Buku Community Development ini menawarkan tentang jalan keluar dari kedua krisis (berupa krisis ekologis dan keadilan sosial/HAM) yang dihadapi dalam melaksanakan alternatif-alternatif pembangunan berbasis masyarakat.  Buku ini juga menjelaskan 26 prinsip pengembangan masyrakat yang dapat digunakan untuk menilai apakah suatu kegiatan memperbaiki atau memperburuk masyarakat.
Teori dan konsep yang terkait dengan focus kajian penelitian dapat dijelaskan dalam sub bab dibawah ini;
6.1  Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi dalam Ife ( 2008: 423) merupakan pengembangan pendekatan alternatif yang berupaya merelokasikan aktivitas ekonomi dalam masyarakat agar dapat mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dan untuk merevitalisasi masyarakat local serta memperbaiki kualitas kehidupan. Pengembangan ekonomi masyarakat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu : pertama, pengembangan ekonomi masyarakat yang konservatif. Kedua,  pendekatan yang lebih radikal yaitu berupaya mengembangkan ekonomi berbasis masyarakat alternative. Di bawah ini merupakan penjelasan terperinci mengenai dua kategori pengembangan ekonomi di atas.
6.1.1  Pengembangan Ekonomi Masyarakat yang Konservatif
Pengembangan ekonomi menggunakan pendekatan yang lebih konservatif berupaya mengembangkan aktivitas ekonomi masyarakat sebagian besar dalam parameter konvensional. Pengembangan ini terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut :
1.      Menarik Industri
Pendekatan konservatif yang berupaya untukmenemukan cara-cara baru membuat masyarakat tersebut dapat berpartisipasi secara lebih dalam kegiatan ekonomi (ekonomi mainstream) dengan cara menghimpun inisiatif. Pendekatan ini berusaha untuk mencoba menarik industri baru ke wilayah local dengan memberikan lingkungan yang bagus untuk berinvestasi. Namun masalah yang terjadi apabila menggunakan pendekatan ini adalah industri bersifat dinamis dimana industri akan terus berpindah-pindah mengikuti keadaan pasar.
2.      Memulai Industri Lokal
Pendekatan ini menekankan terhadap potensi yang dimiliki apabila menggunakan sumber daya, inisiatif, dan tenaga ahli local untuk membangun industri local baru yang akan dimiliki dan dijalankan oleh orang-orang yang berada di masyarakat local. Maka pendekatan ini akan melibatkan pemanfaatan kekayaan sumber daya local, bakat, minat, keahlian, beserta penaksiran keuntungan-keuntungan alam dari loaklitas tertentu dan kemudian memutuskan apa jenis industri baru yang mungkin berhasil. Selanjutnya masyarakat local yang memiliki ide-ide bisnis baru dapat dibantu dalam mewujudkan ide-ide tersebut mellaui bantuan keuangan dan dengan saran mengenai cara-cara mengelola usaha kecil. Menurut Dauncey dalam Ife (2008:425-426)  pengembangan ekonomi tersebut dapat dicapai dengan pembelanjaan yang relative sedikit dengan memperhitungkan sumber daya yang ada di wilayah tersebut dan berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah ide-ide menjadi kenyataan. Dalam pengembanagn ekonomi masyarakat, apabila industry local mencapai keberhasilan maka yang harus diperhatikan adalah poin-poin berikut :
a.       Inisiatif-inisiatif dalam industry tersebut masih didasarkan pada system ekonomi mainstream, sehinggan hal tersebut masih dalam kategori problem bukan solusi
b.      Apabila industry local berhasil maka logika system ekonomi tersebut tumbuh dan menuntut industry tersebut untuk tumbuh, bersaing, dan memperluas cakupan bisnisnya. Jika industry tersebut semakain sukses maka kemungkinan akan diambil alih oleh pemain-pemain yang lebih kuat
c.       Keuntungan yang diperoleh masyarakat akan berkurang jika terjadi perluasan industry local
Akan tetapi hal-hal di atas dapat diantisipasi, apabila industry local memiliki identitas local yang jelas seperti industry kerajinan yang berbasis terhadap budaya dan tradisi local atau industry yang mengambil keuntungan dari fitur-fitur local yang unik seperti restoran di lokasi yang indah.
3.      Pariwisata
Pariwisata merupakan sumber daya yang potensial dalam mendatangkan penghasilan dan sebagai industry yang tidak menimbulkan polusi  serta dapat mendukung terbukanya tenaga kerja. Melalui hal tersebut maka banyak masyarakat yang berusaha memecahkan problem-problem ekonomi dengan membentuk dewan wisata dan menciptakan pasar pariwisata atau memperluas yang sudah ada. Tujuan strayegi ekonomi tersebut adalah :
a.       Menarik wisatawan yang lebih banyak untuk dating ke masyraakat tersebut
b.      Untuk mendorong wisatawan selama mungkin untuk tinggal di wilayah local
c.       Untuk membuat mereka membelanjakan uang sebanyak mungkin ketika mereka berada di tempat wisata tersebut
Di lain sisi strategi pariwisata diharapkan mampu menjaab permasalahan ekonomi, namun dalam strategi ini juga menimbulkan berbagai problem seperti :
a.       Pariwisata tidak menjamin masa depan ekonomi seperti yang mungkin diharapkan karena keinginan wisatawan yang hanya ingin bekeliling tempat wisata saja, sedikitnya jumlah wisatawan, dan sedikitnya wisatawan yang membelanjakan uang mereka
b.      Pariwisata bersifat eksploitatif sehingga memungkinkan menimbulkan efek yang membahayakan terhadap struktur masyarakat dan sebagai penghancur terhadap pariwisata masyarakat local.
6.1.2  Pengembangan Ekonomi Masyarakat Radikal
Pendekatan ekonomi ini menghendaki masyarakat menjadi lebih tergantung terhadap sumber dayanya sendiri, dan menyatakan bahwa kebijaksanaan ekonomi konvensional sering mengakibatkan sumber daya kurang dihargai dan dimanfaatkan. Perspektif ini menjamin nilai surplus dari produktivitas local berada dalam masyarakat yang menciptakannya bukan dipindahkan ke masyrakat lain. Bentu-bentuk  pengembangan ekonomi masyarakat radikal sebagai berikut:
a.       Koperasi
Pendirian koperasi merupakan salah satu cara yang dapat dicapai dan terbukti efektif di berbagai lokasi dalam usaha pengemnbangan perekonomian. Koperasi memiliki potensi untuk memperkuat solidaritas masyarakat.
b.      Bank Masyarakat dan Credit Unions
Bank nasional atau transnasional merupakan bank yang beroperasi untuk kepentingan kapitalis transnasional sehingga bank-bank ini tidak selalu ditempatkan secara strategis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat local. Akan tetapi bank-bank tersebut memberikan mekanisme penting untuk memindahkan laba dari masyrakat local dan penguasaan ekonomi local oleh kekuaatan-kekuatan eksternal. Menanggapi hal tersebut maka masyraakat membentuk perbankan local sehingga  masyarakat tersebut memiliki penguaan yang lebih besar atas ekonomimnya.  Cara tersebut memberikan control terhadap masyarakat local , seperti jenis usaha yang seharusnya mendapatkan pinjaman modal, penjadwalan hipotek bagi bank-bank yang tidak mampu membayar suku bunga atas invesrasi.
Sedangkan credit unions merupakan sekelompok orang yang sepakat untuk menanamkan unag mereka secara bersama-sama dan memberikan pinjjaman kepada anggotanya.  
c.       LETS
LETS merupakan nama skema berbasis masyarakat yang menciptakan mata uang alternative berbasis masyarakat yang membuat mata uang alternative berbasis masyarakat. Pendekatan ini berusaha untuk memformalkan ekonomi transaksi local dengan menciptakan mata uang masyarakat. Keuntungan potensial yang dapat diperole dari LETS adalah: orang-orang dapat melakukan transaksi ekonomi meskipun tidak memiliki penghasilan rutin; menghargai kontribusi apa pun yang diberikan orang-orang terhadap masyarakat; orang-orang dapat membeli meskipun tidak memiliki uang; dan memperkuat solidaritas.

7.      Jamaludin, A. N. 2015. Sosiologi Perkotaan (Memahami Masyarakat Kota dan Problematikanya). Yogyakarta: CV Pustaka Setia

7.1  Konsep Sektor Informal
Menurut Jan Bremen dalam Jamaludin (2015: 282), sector informal adalah mereka yang berada di luar kelompok  tenaga kerja formal. Hal ini berarti sector informal  lebih ditekankan terhdap mereka yang telah lulus kuliah. Kemudian menurut Hans Dieter Eyers menganologikan bahwa sector informal sebagai ekonomi bayangan . Ekonomi bayangan merupakan  ekonomi yang tidak mengikuti aturan-aturan pemerintah. Kegiatan ekonomi bayangan ini berupa kegiatan ekonomi yang bergerak dalam unit-unit kecil sehingga dapat dipandang efesien dalam memberikan pelayanan.
Sektor informal dipertegas dalam buku ini sebagai unit-unit usaha yang tidak memperoleh proteksi pemerintah dan sector ini tidak mempergunakan bantuan atau fasilitas pemerintah meskipun bantuan telah tersedia. Jadi kriteria adanya accessibility tusaha sektor erhadap fasilitas yang disediakan pemerintah dipakai sebagai ukuran untuk membedakan sector formal dan informal.
7.2  Ciri-ciri Sektor Informal
Menurut Todaro dalam Jamaludin (2015:283), sector informal memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Sebagian besar memiliki produksi yang berskala kecil, aktivitas jasa yang dimiliki oleh perseorangan atau keluarga, dan dengan menggunakan teknologi yang sederhana
b.      Umumnya para pekerja bekerja sendiri dan sedikit yang memiliki pendidikan formal
c.       Produktivitas pekerja dan penghasilannya cenderung lebih rendah daripada sector formal
d.      Para pekerja di sector informal tiadak dapat menikmati perlindungan seperti yang didapat di sector formal dalam bentuk jaminan kelangsungan kerja, kondisi kerja yang layak , dan jaminan pensiun
e.       Kebanyakan pekerja yang memasuki sector informal adalah pendatanf dari desa yang tidak mendaptakan kesempatan bekerja di sector formal
f.       Motivasi mereka umumnya mendapatkan penghasilan bertujuan untuk bertahan hidup, bahkan untuk mendapatkan keuntungan, dan hanya mengandalkan sumber daya yang ada pada mereka untuk menciptakan pekerjaan
g.      Kebanyakan dari mereka menempati gubug-gubug yang dibuat sendiri di kawasan kumuh dan permukiman liar yang umumnya belum tersentujh pelayanan jasa, seperti : listrik, air, transportasi, kesehatan, dan pendidikan.
Sedangakan menurut Widodo dalam Jamaludin (2015: 284) menyatkan bahwa ciri-ciri sector infprmala dalaha sebagai berikut:
a.       Kegiatan usaha yang tidak terorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sector formal
b.      Pada umunya tidak mempunyai izin
c.       Pola kegiatan usaha tidak teratur, baik dalam segi arti lokasi maupunjam kerja
d.      Kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai sector ini
e.       Satuan usaha yang mudah masuk  dan keuar  dari subsector yang satu ke subsector yang lain
f.       Teknologi yang dipakai masih bersifat sederhana
g.      Modal dan perputaran usaha relative kecil sehingga skala operasinya kecil
h.      Untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan diperoleh dari pengalaman kerja
i.        Satuan usaha termasuk dalam golongan  one man enterprises dan jika memperkerjakan buruh umumnya bersal dari keluarga
j.        Sumber dan modal usaha umumnya berasal dari tabungan atau dari lemabga yang tidak resmi
k.      Hasil produksi atas jasa tertentu dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa yang berpenghasilan rendah dan terkadang berpenghasilan menengah.

8.      Tabunan, Tulus SH. 2012. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting. Jakarta : LP3ES

8.1  Konsep dan Definisi UMKM

UMKM dalam Tabunan (2012:11) merupakan unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha di semua sector ekonomi. UMKM terdiri dari tiga jenis yaitu Usaha Mikro (UMI), Usaha Kecil (UK) , dan Usaha Menengah (UM). Lebih lanjut di Indonesia, ketentuan UMKM di atur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 , pasal 1 dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa UMI adalah usaha produktif milik orang –pereorangan adan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria UMI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Kemudian UK adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan anak perusahaan  atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langdung atau tidak langsung  dari UB atau UM. Sedangkan UM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri , yang dilakukan oleh orang-perorangan tau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki , dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung atau tidak langsung dari UMI, UK, atau UB.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, juga dijelaskan tentang kriteria UMKM yang terkandung dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau nilai asset, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat kerja,atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut maka UMI adalah unit usaha yang memiliki nilai asset paling banyak Rp 50 juta, atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta; UK memiliki nilai asset antara Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, atau memiliki pengahsilan penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta  hingga maksimum Rp 2,5 milyar; dan UM adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih Rp 500 juta hingga paling banyak Rp 10 Milyar, atau memiliki penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling Rp 50 milyar.
Selain hal di atas, Departemen Perindustrian dan Badan Pusat Statistik menentukan UMI, UK, UM berdasarkan jumlah pekerja sebagai ukuran untuk membedakan unit-unit usaha tersebut. Menurut BPS UMI adalah unit usaha yang memiliki jumlah pekerja tetap   4 orang; UK antara 5 dan 19 pekerja; dan UM dari sampai dengan 99 orang.

8.2  Kakarteristik UMKM

Karaktersitik- karakteristik  UMKM yang  meliputi UMI, UK dan UM termuat dalam table sebagai berikut (Jamaludin, 2012 : 7) :
No
Aspek
UMI
UK
UM
1
Formalitas
Beroperasi di sector informal; usaha tidak terdaftar; tidak/jarang bayar pajak
Beberapa beroperasi dio sector formal; beberapa tidak terdaftar
Semua di sector formal ; terdaftar dan bayar pajak
2
Organisasi & manajemen
Dijalankan oleh pemilik; tidak ada pembagian kerja  internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), system pembukuan formal (ACS)
Dijalankan oleh pemilik; tidak ada pembagian kerja  internal (ILD), manajemen dan struktur organisasi formal (MOF), system pembukuan formal (ACS)
Banyak yang mengerjakan manajer professional dan menerapkan ILD, MOF, ACS
3
Sifat dan kesempatan kerja
Kebanyakan menggunakan anggota keluarga tidak dibayar
Beberapa memakai tenaga kerja yang digaji
-    Semuanya memakai tenaga kerja digaji
-    Semua memiliki system perekrutan formal
4
Pola/sifat dari proses produksi
Derajat mekanissai sangat rendah /umumnya manual; tingkat teknologi sangat rendah
Beberapa memakai mesin-mesin terbaru
Banyak yang mempunyai derajat mekanisasi yang tinggi/mempunyai akses terhadap teknologi tinggi
5
Orientasi pasar
Umumnya menjual ke pasar loak untuk kelompok berpendapatan rendah
Banyak yang menjual ke pasar domestic dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas
Semua  menjual ke pasar domestic dan ekspor, dan melayani kelas menengah ke atas
6
Profil ekonomi & sosial dari pemilik usaha
Pendidikan rendah & dari rumah tangga miskin; motivasi utama survival
Banyak berpendidikan baik dan rumah tangga non miskin; banyak yang bormotivasi bisnis (profit)
Sebagian besar berpendidikan baik dan dari RT makmur; motivasi utama profit
7
Sumber-sumbet dari bahan baku dan modal
Kebanyakan memakai bahan baku local dan uang sendiri
Beberapa memakai bahan baku impor dan mempunyai akses ke kredit formal
Banyak yang memakai bahan baku impor dan mempunyai kases ke kredit formal
8
Hubungan-hubungan eksternal
Kebanyakan tidak memiliki akses ke program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan  bisnis dengan UB
Banyak memiliki akses ke program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan  bisnis dengan UB
Sebagian besar memiliki akses ke program-program pemerintah dan tidak mempunyai hubungan-hubungan  bisnis dengan UB
9
Wanita Pengusaha
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat tinggi
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha cukup tinggi
Rasio dari wanita terhadap pria sebagai pengusaha sangat rendahi

   





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Intervensi Komunitas